Jumat, 29 Maret 2013

"Cinta yang Luar Biasa"

Sore itu, Kamis (28/03) aku ikut misa Kamis Putih jam 16.00di Paroki St. Arnoldus yang dipimpin oleh Rm. Anselmus Selvus, SVD. Aku sangat tertarik dengan homilinya, beliau berkata bahwa banyak orang yang pada tanggal 14 Februari merayakan hari kasih sayang tetapi bagi kita umat katolik hari kasih sayang itu adalah pada perayaan Kamis Putih. Kenapa? Karena dihari itu Tuhan telah memberikan seluruh diriNya untuk kita. CintaNya tidak diungkapkan dengan kata-kata yang indah ataupun puisi yang romantis tapi dengan tindakan nyata dengan wafat disalib. Kita diajak untuk menunjukkan rasa cinta kita kepada Tuhan dengan tindakan yang nyata pula, dengan turut mengambil bagian dalam perayaan ekaristi misalnya. Banyak terdapat puji syukur namun yang memanfaatkannya sedikit, banyak yang dalam perayaan ekaristi tidak turut serta memuji dan memuliakan Tuhan.

Contoh tindakan nyata lainnya dilingkungan misalnya, Rm. Ansel mengajak kita untuk mengumpulkan yang sisa. Maksudnya adalah uang receh, kecil memang namun kalau setiap keluarga mengumpulkan dari yang sisa itu akan banyak warga kita yang tidak mampu sekolah dapat kita bantu. Dengan semangat mari berbagi, kita diharapkan menunjukkan rasa cinta kita kepada Tuhan melalui sesama. Semakin beriman maka akan semakin bersaudara dan berbelarasa. Perbuatan yang kecil sekalipun tapi sangat berarti untuk saudara kita yang membutuhkan. Sangat menyentuh homili Rm. Ansel bagiku. Semoga banyak orang yang mau memulai kebiasaan baik ini. Kita diutus untuk berbagi, Tuhan telah menunjukkan cintaNya yang sangat luar biasa kepada kita, Dia selalu merangkul kita sekalipun kita sering jatuh kedalam dosa. Sekarang giliran kita menunjukkan rasa cinta kita kepadaNya melalui sesama....

Sabtu, 23 Maret 2013

"Kejahatan Luar BIasa"

"Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepadaNya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita dan bangsa kita." (Yoh 11 : 48)

Kaum Farisi dan imam-imam kepala adalah termasuk golongan 'elite', tokoh dan pemuka agama Yahudi yang sangat berpengaruh. Sedangkan imam kepala adalah anggota 'dewan terhormat' pada Mahkamah Agama.

Yesus pernah mengecam kelompok ini, karena mereka itu mengharuskan orang lain mentaati Taurat dan adat istiadat, tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Mereka iri hati, sakit hati, benci dan memusuhi Yesus. Puncaknya adalah mereka membuat rekayasa, dengan berdalih karena alasan politik dan agama, demi untuk menyelamatkan bangsa dan tempat suci dari penajajah Roma maka Yesus harus ditangkap dan dibunuh.

Didalam masyarakat kita saat ini agaknya ada juga kelompok umat beragama yang cenderung memahami, menghayati dan mewujudkan kehidupan agamanya tidak utuh dan seimbang. Hal ini dapat melahirkan sikap dan perilaku yang sempit, fanatik, fundamental, raikal, sektarian dan ekslusif. Berlawanan dengan penghayatan iman yang inklusif, terbuka, moderat, toleran, menerima perbedaan, menghargai dan menghormati serta mencintai orang, kelompok, golongan lain tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Sikap seperti inilah yang perlu ditumbuhkembangkan dalam masyarakat kita yang majemuk dan pluralis, terdiri dari banyak suku, agama, ras dan golongan.

Masyarakat kita sekarang sangat mendambakan dan membutuhkan adanya teladan dan panutan dari para 'elite' tokoh dan pemuka kelompok umat beragama yang dapat mengajak jemaat/penganutnya, menjalankan kehidupan agamanya sehari-hari, selalu membawa rahmat dan kasih sayang, damai sejahtera bagi semua orang.

Apakah dalam penghayatan dan perwujudan iman sehari-hari, kita kerap kali juga tergoda untuk bersikap iri hati, benci dan memusuhi orang-orang yang tidak kita sukai dan hanya berbuat sesuatu hanya karena ingin dipuji, dihormati dan dilihat orang lain?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Jumat, 22 Maret 2013

"Iman dan Pengharapan adalah Dasar Kasih yang Nyata"

"Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa didalam Aku dan Aku didalam Bapa." 
(Yoh 10 : 37 - 38)


Segala sesuatu tentunya direncanakan dengan baik dan kemudian baru dikerjakan. Itulah kunci sebuah keberhasilan. Kita semua telah tahu bahwa modal satu-satunya bukanlah uang saja, tetapi ada banyak bentuk dan wujud dari modal. Hal-hal tersebut diatas dapat membuat seseorang bisa maju dan besar dalam usaha. Kita pun sebagai warga Gereja, pengikut Krisus juga bisa menjadi maju dan besar dalam usaha kita. Dalam hal ini, usaha kita adalah memiliki dan membagikan kasih kita kepada sesama.  Kita akan bisa maju dalam kasih hanya bila kita kepada sesama. Kita akan bisa maju dalam kasih hanya bila kita mempunyai iman yang kuat dan pengharapan yang mantap.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus telah menunjukkan bahwa hartaNya adalah kasih kepada sesama. Mengapa demikian? Sebab Yesus selalu berbuat sesuatu yang mendatangkan kebaikan kepada sesama.Kita pun wajib menjaga iman kita, bahwa bila kita menolong sesama sebisa kita demi kebaikannya, kita pantas berharap bahwa sesama kita juga akan menjadi lebih baik seperti harapan kita.

Semoga kita semakin tekun dalam berbuat baik demi keselamatan dan kesejahteraan sesama. Sebab kita yakin, bahwa berkat Tuhan akan memperbesar iman dan harapan kita sehingga kita dipenuhi sukacita karena kita boleh menjadi saluran kasih Tuhan.

Apakah usahaku dalam mengasihi sesama telah aku wujudkan dalam tindakan menolong sesama??


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Kamis, 21 Maret 2013

"Sukacita Diberikan Allah kepada yang Melakukan KehendakNya"

"Aku berkata kepadamu : sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya." 
(Yohanes 8 : 51)

Kebahagiaan merupakan suatu hal yang didambakan, dicari dan diusahakan setiap orang. Tiap-tiap orang  pasti menghendaki agar semua anggota keluarganya dalam kebahagiaan. Jalan menuju kebahagiaan telah ditunjukkan oleh Tuhan kepada kita yaitu dengan mendengarkan dan melaksanakan apa yang menjadi kehendakNya. Kita semestinya menaruh kepercayaan kepada Yesus sebab Yesus telah ada jauh sebelum Abraham ada.

Maut dan hidup sebenarnya telah bisa kita alami ketika kita masih hidup didunia kita ini. Kita akan hidup bila kita mau mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan. Demikian juga maut sebenernya telah kita alami semasih kita tidak mau lagi melaksanakan kehendakNya.

Keselamatan akan kita dapatkan yaitu bila kita menghargai dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sungguh, bila kita mampu menghargai waktu maka kitapun akan sungguh menerima keselamatan. Sewaktu kita berdoa atau kita membaca dan merenungkan sabda Tuhan maka kita akan sungguh menerima keselamatan. Ketika seseorang mau menghargai waktu untuk lebih mengenal diri melalui pengalaman hidup dan mau memperbaiki sikap hidupnya maka ia akan mengalami kebahagiaan sebab ia akan lebih diterima oleh orang-orang disekitarnya. Ketika seseorang mau berbagi dan mengasihi maka ia akan mengalami sukacita dan damai sebab ia telah mampu mengasihi Tuhan melalui sesama yang membutuhkan. Demikianlah keselamatan akan kita terima ketika kita mau melakukan hal yang baik dan benar. Sebab hal yang baik dan benar berasal dari Tuhan.

Hari ini apakah aku sudah berdoa, membaca dan merenungkan sabda Tuhan? Adakah aku sudah mengasihi Tuhan dengan memberikan pertolongan kepada sesama yang membutuhkan?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Selasa, 19 Maret 2013

"Yusuf, Suami Maria yang Tulus Hati"

"..... Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang didalam kandungannya adalah dari Roh Kudus." 
(Matius 1 : 20)



Rencana Tuhan sejak semula adalah baik, mengingikan kebaikan dan keselamatan melalui orang-orang pilihanNya. Kesediaan Yusuf adalah peristiwa penting yang membuat rencana itu terlaksana bagi kita. Kadang rencana Allah menjadi cita-cita yang tidak berbuah, bukan karena Allah tidak mau membuatnya, melainkan kita tidak mau bekerja sama denganNya.

Mewujudkan kesejateraan dan kebahagiaan banyak orang adalah cita-cita Allah. Seperti Yusuf, kia perlu dengan tulus mengasihi saudara-saudari kita yang menderita. Mewujudakan kesejahteraan dimulai dari uluran tangan kita yang tulus berbelarasa adalah kebaikan yang utama, melebihi semua cita-cita dan doa-doa kita akan orang lain. Kitalah Yusuf-Yusuf baru itu. Semoga hari ini terlaksana cita-cita Allah melalui kesediaan kita menangani kesulitan orang lain dengan pengorbanan kita.

Apa yang akan secara nyata kita putuskan untuk saudara-saudari yang kita tahu sedang mengalami kesulitan dan penderitaan? Dimanakah tempat ketulusan kita dibutuhkan saat ini?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Sabtu, 16 Maret 2013

"Pengen Menang Sendiri"

"Maka timbullah pertentangan diantara orang banyak karena Dia." 
(Yohanes 7 : 43)


Jika setiap orang mengikuti kebenarannya sendiri, yang ada hanyalah pertentangan demi pertentangan. Terlebih jika mereka menganggap bahwa kebenarannya sendirilah yang paling benar dan orang lain salah. Ada saja alasan yang dicari-cari untuk mempertahankan kebenarannya.

Yang menarik pula ketika orang bertahan dalam kebenarannya tetapi ada temannya yang mulai berpihak pada lawannya, ia bisa berkata seperti orang-orang Farisi, "Adakah kamu juga disesatkan?". Ternyata sungguh amat parah orang yang hidup didalam kebenarannya sendiri seperti orang-orang Yahudi dan Farisi. Mereka tidak lagi mendengarkan perkataan-perkataan Yesus, abai akan tanda-tanda yang dilakukanNya.

Sebagai orang yang beriman kepada Kebenaran Sejati, yaitu Yesus Kristus, kita pasti tidak ingin jatuh dalam situasi seperti orang-orang Farisi. Hidup dalam pembenaran-pembenaran diri bukan saja mengingkari Kebenaran Sejati tetapi juga mudah menyulut pertentangan diantara sesama. Semoga dengan menghayati tema APP tahun ini, kita semakin dijauhkan dari sikap yang demikian.

Apakah aku memiliki kecenderungan untuk bersikap "mau menang sendiri"? Dalam situasi apa hal itu mudah terlihat? Bagaimana caraku untuk semakin rendah hati dan membiarkan "Kebenaran Sejati" yang menguasai hidupku?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Jumat, 15 Maret 2013

"Lebih Bahagia Memberi"

Pada waktu bayi lahir ke dunia, katanya jika sehat, ia pasti menangis dengan keras, makin sehat bayi, makin keraslah tangisannya. Saat bayi menangis, ada orang yang memerhatikan bahwa tangannya selalu mengepal. Sepertinys ia menggenggam sesuatu dengan keras. Bentuk tangan ini berbeda dengan tangan orang yang meninggal dunia. Saat seorang meninggal dunia, tangannya terbuka, tidak menggenggam.

Sering disebutkan bahwa hal ini merupakan pertanda keegoisan manusia. Sejak lahir, manusia sudah berusaha mengambil atau menahan sesuatu dengan kuat dalam genggamannya, sepertinya ia tidak rela berbagi.

Akan tetapi, bukankah demikian adanya? Manusia pada dasarnya adalah egois, tidak mau memberi. Sekalipun ada kebenaran yang mengatakan, "Lebih berbahagia memberi daripada menerima", banyak orang tidak melakukannya.

Rockefeller adalah seorang yang menjalani bagian pertama hidupnya sebagai laki-laki yang tidak bahagia, ia sering sulit tidur. Ia merasa tidak ada orang yang menyayanginya. Ia harus dikelilingi oleh sejumlah pengawal pribadi.

Ketika usianya menginjak 53 tahun, ia didiagnosis menderita sejenis penyakit langka. Ia kehilangan semua rambutnya dan tubuhnya mengecil. Para ahli mengatakan hidupnya tinggal setahun.

Selama itu, Rockefeller mulai berfikir melewati batas-batas yang mengungkung hidupnya dan mencoba menemukan arti hidup. Ia memberikan sebagian besar uangnya kepada gereja dan kaum miskin, serta mendirikan Yayasan Rockefeller. Luar biasa. Hidupnya justru berbalik seratus delapan puluh derajat. Kesehatannya membaik berlawanan dengan perkiraan dokter dan ia bisa hidup hingga berusia 98 tahun.

Riwayat hidup Rockefller mencontohkan transformasi yang terjadi saat seseorang menemukan rasa puas dalam memberi. Artinya, kebiasaan bersedekah telah mendatangkan kenikmatan atau kepuasan batin yang tidak dapat digantikan dengan apa pun.

Mengherankan, tetapi itulah kenyataannya, ada kuasa saat kita memberi. Jadi, jangan memberi hanya karena kita mampu. Teruslah memberi, apapun keadaan Anda dan jangan berhenti memberi. Memberilah dengan sukacita.


sumber : Andreas Nawawi. Momen Inspirasi. Yogyakarta : Penerbit ANDI 2012

"Bebas dan Dendam"

"Bukankah Dia ini yang mau mereka bunuh?" (Yohanes 7 : 25)


Bunuh-membunuh tampaknya menjadi warna yang kental dalam sejarah kehidupan manusia. Entah karena rasa dendam, entah karena perbedaan. Banyak alasan orang membunuh meskipun sesungguhnya tidak ada dan tidak boleh ada alasan apapun orang bisa menghilangkan nyawa orang lain.

Disadari atau tidak terkadang kehidupan orang beriman zaman kini pun tak luput dari rasa seperti orang-orang Yahudi. Dalam situasi itu, tepatlah jika kita merenungkan tema APP tahun ini, "Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbelarasa". Melalui tema ini kita hendak diingatkan kembali bahwa seorang yang makin beriman pasti memiliki hati yang bebas permusuhan. Bebas benci dan dendam. Bagi orang yang makin beriman, sesama yang menyenangkan maupun yang kerap mudah melukainya, adalah ciptaan Allah yang tetap perlu disayangi meskipun untuk itu tidak mudah. Orang yang makin beriman tak kan bergeming untuk tetap ingin bersaudara sekalipun sikap tulus tak dianggap positif. Semakin orang memilki rasa bersaudara, pastilah semakin bertumbuh dan berkembang sikap belarasa terhadap kebutuhan sesama.

Sejauh manakah imanku membebaskan aku dari rasa benci terhadap sesama yang suka melukaiku? Jika ada orang yang kubenci, maukah aku membangun persaudaraan dengan orang yang sering tidak aku pedulikan??


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Kamis, 14 Maret 2013

Kisah Nyata Beato paus Yohanes Paulus II dan Pengemis


Dalam Masa Prapaskah ini yang merupakan masa pertobatan, Gereja-gereja Katolik menyediakan jadwal khusus untuk penerimaan Sakramen Tobat dan mengajak umat-umat Katolik sekalian menggunakan momen tersebut untuk mengakukan dosanya. Berkenaan dengan Sakramen Tobat / Sakramen Pengakuan Dosa, ada sebuah cerita nyata menarik* dimana seorang Paus, Beato Yohanes Paulus II, mengakukan dosanya kepada seorang imam yang sekali waktu meninggalkan imamatnya dan menjadi pengemis.**

Semoga cerita ini dapat menginspirasi kita dan meneguhkan kita untuk datang ke Gereja dan mengakukan dosa kita dalam Sakramen Tobat.

Mari bersama-sama kita simak:
Seorang imam teman Scott Hahn kembali dari Roma dan menceritakan kisah ini kepada Scott Hahn. Imam tersebut dalam perjalanan untuk audiensi pribadi dengan Paus Yohanes Paulus II. Imam itu berangkat lebih awal dan kemudian memutuskan untuk berhenti sejenak dan berdoa di sebuah gereja sebelum pertemuan dengan Paus.

Beberapa langkah dari gereja tersebut terdapat sejumlah orang pengemis, hal yang cukup biasa di Roma. Ketika imam tersebut berjalan mendekati gereja, imam itu berpikir bahwa ia mengenali salah satu pengemis. Setelah masuk ke dalam gereja, imam itu berlutut berdoa sementara ia mengingat-ingat seorang pengemis yang familiar baginya. Setelah berdoa, imam tersebut segera keluar dan mendekati pengemis tersebut dan berkata: "Saya mengenal engkau. Bukankah kita pernah studi di seminari yang sama?"

Pengemis tersebut mengiyakan, "Iya, memang benar."

"Jadi engkau adalah imam sekarang?" Imam tersebut bertanya lagi.

"Tidak. Tidak lagi. Saya telah jatuh. Tinggalkan saya sendirian.", jawab pengemis tersebut.

Imam tersebut yang sadar ia harus bergegas untuk pertemuan dengan Paus hanya berkata, "Saya akan berdoa untuk engkau."

Imam itu lalu meninggalkan pengemis tersebut dan berangkat ke pertemuannya dengan Paus Yohanes Paulus II. Pertemuan dengan Paus ini adalah sangat formal. Ada beberapa orang yang dianugerahi kesempatan untuk menghadiri audiensi pribadi dengan Paus pada waktu yang sama dan ketika Bapa Suci berjalan ke arah anda, sekretarisnya akan memberikan rosario yang sudah terberkati kepadanya dan kemudian Ia (Bapa Suci) akan memberikan rosario itu kepada anda.

Pada saat tersebut, seseorang boleh mencium cincin Paus dan berkata sesuatu dengan rendah hati umumnya seperti memohon Paus mendoakannya, berterimakasih atas pelayanan Paus atau mendoakan Paus. Tetapi, ketika Bapa Suci Yohanes Paulus II mendekat, Imam tersebut tidak dapat menahan dirinya dan berkata,

"Saya mohon berdoalah untuk teman saya."

Tidak hanya itu, imam tersebut lalu menceritakan semuanya mengenai teman seminarinya yang menjadi pengemis tersebut. Bapa Suci dengan penuh perhatian meyakinkan imam tersebut bahwa ia akan mendoakan temannya itu.

Beberapa hari kemudian, imam tersebut menerima sebuah surat dari Vatikan. Dengan bahagia dan heran, imam tersebut membawa surat itu ke gereja di mana ia terakhir bertemu teman sekelasnya di seminari. Hanya sedikit pengemis yang tinggal dan ia bersyukur temannya termasuk di antara yang masih tinggal di gereja itu. Imam tersebut mendekati teman pengemisnya itu dan berkata,

"Saya telah bertemu Paus dan ia berkata bahwa ia akan mendoakan engkau juga."

Imam tersebut melanjutkan, "Lebih dari itu, Paus mengundang engkau dan saya ke kediaman pribadi Beliau untuk makan malam."

Pengemis itu berkata, "Mustahil. Lihatlah saya. Saya seorang yang kotor. Saya sudah lama sekali tidak mandi dan baju saya kotor."

Sadar bahwa Paus ingin bertemu dengan temannya itu, Imam tersebut berkata, "Saya tinggal di sebuah kamar hotel di seberang jalan. Di sana engkau dapat mandi dan bercukur. Saya akan mencarikan baju yang cocok untuk engkau."

Oleh karena rahmat Allah, pengemis tersebut setuju dan kemudian mereka berdua pergi berangkat untuk makan malam dengan Paus Yohanes Paulus II.

Keramahan Paus menakjubkan. Menjelang akhir makan malam sebelum menikmati makanan pencuci mulut, Paus melalui sekretarisnya meminta imam tersebut meninggalkan Paus sendirian bersama dengan pengemis tersebut.

Setelah 15 menit, pengemis tersebut keluar dari ruangan dengan air mata.

"Apa yang terjadi di sana?" tanya imam tersebut.

Jawaban tak terduga muncul: "Paus meminta saya mendengarkan pengakuan dosanya.", kata pengemis tersebut.

Pengemis itu melanjutkan, "Saya berkata kepadanya: `Yang Suci, lihatlah saya. Saya seorang pengemis. Saya bukan seorang imam.' Paus melihat saya dan berkata:

`Anakku, sekali engkau imam, engkau adalah selamanya imam dan siapa yang di antara kita yang bukan seorang pengemis? Saya juga datang ke hadapan Tuhan sebagai seorang pengemis meminta pengampunan atas seluruh dosa-dosa saya.'

Saya memberitahunya: 'Tetapi, saya tidak berada dalam persatuan dengan Gereja.'

Tetapi Paus meyakinkan saya: 'Saya seorang Paus, seorang Uskup Roma. Saya dapat mengembalikan engkau sekarang juga.'"

Pengemis itu melanjutkan bahwa ia telah lama tidak mendengarkan pengakuan dosa sehingga Paus harus membantunya untuk mengucapkan kata-kata absolusi.

Imam itu bertanya, "Tetapi engkau di dalam selama 15 menit. Tentu pengakuan dosa Paus tidak berlangsung selama itu."

"Tidak", jawab pengemis itu, "Tetapi setelah saya mendengarkan pengakuan dosanya, saya meminta ia mendengarkan pengakuan dosa saya."

Kata-kata penutup dari Paus Yohanes Paulus II untuk anaknya yang hilang datang dalam bentuk form dari sebuah komisi. Bapa Suci memberikan tugas pertama kepada imam-pengemis tersebut untuk pergi dan melayani orang-orang tunawisma dan pengemis di gereja tempat imam itu dulu mengemis.

Apa yang bisa kita lihat adalah teladan yang agung dari Bapa Suci Yohanes Paulus II. Ia adalah seorang yang mampu melihat tidak hanya pribadi Yesus Kristus, tetapi juga Imamat Kristus dalam mata seorang pengemis yang adalah imam.

Tidak hanya itu, Bapa Suci berlutut di hadapan pengemis dalam kerendahan hati dengan penuh kesadaran akan dosanya.

Perlu diketahui bahwa Paus Yohanes Paulus II pergi mengaku dosa setiap minggu.*** Bila kita mengikuti teladan Paus ini, entah berapa banyak dari kita akan menjadi orang kudus.


sumber : "Vero Teofilia" <Vero@indopoly.co.id>

"Pergi untuk Diutus"

"Bapa yang mengutus Aku juga memberi kesaksian tentang Aku." 
(Yohanes 5 : 37)

Kristus mengutus kita untuk membaktikan diri kita bagi datangnya Kerajaan Allah, yaitu kerajaan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita dalam roh kudus. Pengutusan kita bukan kebetulan, melainkan karena inspirasi iman dalam roh kudus. Kita diutus sebagai mediasi agar sesama yang kita layani mengalami kehidupan yang semakin bermakna, bahagia dan damai sejahtera. Dengan demikian, kita diutus sebagai agen dan pelaku perubahan sosial, ragi, garam dan andalan Gereja. Dalam penguntusan, kita diharapkan memiliki sikap kesiapsediaan yang besar dan tanpa pamrih, mengupayakan kerjasama dengan orang lain.

Kita diutus agar kuat dalam persaudaraan sejati, apabila hidup kita didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hadir sebagai ragi yang meresapi segalanya, sebagai benih yang kuat bagi persatuan, harapan dan keselamatan. Kita diutus agar giat dalam pelayanan kasih yang diwujudkan melalui memberi perhatian istimewa kepada kaum miskin dan yang berkekurangan, yang tersingkir dan yang cacat, yang lemah dan terlupakan dan mereka yang kurang mengalami cinta kasih. Dengan demikian kita makin beriman, makin bersaudara dan makin berbela rasa.

Sejauh mana nilai-nilai yang ditawarkan Yesus tersebut dihayati dan diaktulisasikan dalam pengutusan kita?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Senin, 11 Maret 2013

"Ambil Bagian dalam Kepedulian Yesus"

"Jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, kamu tidak percaya." 
(Yohanes 4 : 48)

Kritik Yesus itu terkait dengan sikap kita. Lewat aneka macam tanda dan mukjizat Yesus telah menyatakan siapa diriNya kepada orang-orang sezamanNya. Berhadapan dengan Yesus, kita membutuhkan sikap yang melewati dan mengatasi kecenderungan alami dan indrawi kita itu, ialah IMAN.

Iman yang dimaksud disini, tidak identik dengan pengetahuan tentang ajaran agama ataupun aneka bentuk kesalehan. Sikap iman yang diandaikan untuk menganggapi Yesus digambarkan, secara singkat sebagai keberanian dan keterbukaan untuk masuk dalam relasi dengan Yesus dan ambil bagian dalam kepedulianNya. Sikap ini mengandaikan kerelaan untuk keliar dari kecenderungan alami, kadangkala bahkan harus meloncat dari diri sendiri dan meninggalkan zona aman kita dan membiarkan diri untuk diresapi oleh rohNya.

Sikap dasar iman itu diharapkan akan melahirkan sikap-sikap baru dalam mengembangkan persaudaraan sejati dan menumbuhkan kepedulian kepada sesama serta lingkungan. Bukankah sikap-sikap itu yang membebaskan kita dan sesama? Bukankah untuk itu Yesus datang, mati di salib dan dibangkitkan? Semoga sikap otentik ini mewujud dalam sikap kita terhadap kerja sebagai aktualisasi diri yang sekaligus aktualisasi iman kita.


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Sabtu, 09 Maret 2013

"Semakin Beriman dengan Intropeksi Diri"

"Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." 
(Lukas 18 : 14b)

Orang Farisi menilai dirinya tinggi karena telah banyak melakukan hal-hal baik sehingga dalam berdoa pun merasa berhak menerima karunia Tuhan. Tidak seperti pemungut cukai yang menurutya penuh dosa dan hina.

Dillain pihak si pemungut cukai yang menganggap dirinya amat berdosa, berdiri jauh-jauh, takut menatap langit untuk berdoa. Seakan lupa betapa mahapengampun dan maharahimnya Tuhan kepada mereka yang membuka hati terhadap pertobatan mendalam.

Kisah diatas menunjukkan betapa sering kita memakai rujukan subyektif untuk menilai diri sendiri maupun sesama dengan kecenderungan menghakimi termasuk menghakimi diri sendiri sampai-sampai menjauhi Gereja karena merasa penuh noda dosa, kotor dan rendah.

Dalam masa prapaskah ini, marilah kita memakai kesempatan yang ada untuk bersih-bersih hati kita dengan melakukan instropeksi diri melalui berbagai sudut pandang secara obyektif sebagai upaya pendewasaan iman. Rendah hati itu bagus, tetapi jangan rendah diri karena bisa membauri penilaian obyektif terhadap diri kita sendiri.

Apakah karya dan perbuatan baik kita selama ini mendapat pujian banyak orang, bukan pula untuk menutupi dosa dengan mengabaikan tolok ukur yang obyektif.

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Jumat, 08 Maret 2013

"Kasih : Hukum Paling Utama"

"Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihanilah sesamamu manusia seperti diri sendiri." (Markus 12 : 30-31)

Sebagian besar politisi si seluruh dunia, termasuk Indonesia biasanya memiliki gaya hidup yang berbeda 180 derajat dengan rakyat pemilihnya dengan bergaya hidup mewah. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Presiden Uruguay, Jose Mujica. Sejak dilantik menjadi presiden pada 2010 lalu, politisi berusia 77 tahun ini layak mendapat gelar termiskin di dunia. Karena 90% dari gajinya yaitu 12.000 USD atau hampir Rp. 120 juta rupiah ia gunakan untuk kegiatan amal. Setiap bulan ia hanya menerima kurang dari Rp. 800.000 untuk biaya hidupnya.

Ia menolak tinggal di kediaman resmi kepresidenan di ibukota, ia lebih memilih tinggal di tanah pertanian di luar ibukota, yang akses jalannya belum diaspal dan tak ada penjagaan ketat pasukan elite kepresidenan. Apa alasan Mujica memilih hidup sederhana meski dia seorang presiden? Katanya, "Hampir seluruh hidup saya habiskan dengan cara seperti ini. Saya hidup baik dengan apa yang saya miliki saat ini."

"Saya disebut presiden termiskin di dunia, tetapi saya tak merasa miskin. Orang miskin adalah mereka yang berkerja hanya untuk menjaga gaya hidup mewahnya dan selalu menginginkan lebih." Sikap hidup yang dipilih oleh Jose Mujica sungguh luar biasa. Kasih total kepada Tuhan, sesama dan alam lingkungan bukan hanya "nato" (no action talk only) atau "naco" (no action concept only), tetapi sungguh "aco" (action only). Kehidupannya menunjukkan sebagai orang yang makin beriman, makin bersaudara dan makin berbelarasa. Inilah contoh nyata orang yang menghayati kasih sebagai hukum yang paling utama.

Sanggupkah saya menggunakan segala anugerah yang telah Tuhan berikan cuma-cuma : hati, jiwa, akal budi dan segenap kekuatan jasmani dan rohani untuk mengasihi Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam??

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Kamis, 07 Maret 2013

"Memahami Orangtua"

Anak-anak yang bijak tentu ingin menyenangkan orangtuanya. Namun, pertama-tama, mereka harus memahami orangtuanya. Seperti yang diketahui kebanyakan remaja, orangtua sangatlah sulit dimengerti. Tujuh petunjuk ini mungkin dapat menolong untuk memahami orangtua :
  1. Jangan membantah perkataan mereka. Cobalah mengucapkan perkataan yang terdengar aneh seperti "Aku saja yang mencuci piring," atau menjawab "ya".
  2. Cobalah untuk memahami musik yang mereka sukai. Putarlah himne "Memandang Salib Rajaku" dengan stereo sampai Anda terbiasa mendengar nadanya.
  3. Sabarlah dengan kelemahan mereka. Jika Anda melihat ibu Anda mengambil permen, jangan memarahinya. Dengan tenang, jadilah teladan yang baik.
  4. Doronglah orangtua Anda untuk membicarakan masalah mereka. Ingatlah bahwa hal-hal seperti mencari nafkah atau membayar surat utang sangatlah penting bagi mereka.
  5. Hargailah penampilan mereka. Ketika ayah Anda potong rambut, jangan menyembunyikannya dari teman-teman Anda. Ingatlah bahwa sangat penting baginya untuk tampak serupa dengan teman-teman seusianya.
  6. Jika mereka melakukan sesuatu yang Anda anggap salah, beritahu mereka bahwa perilaku merekalah yang tidak Anda sukai, bukan pribadi mereka.
  7. Yang terpenting, berdoalah bagi mereka. Mungkin dari luar mereka tampak penuh percaya diri padahal sesungguhnya mereka merasa lemah. Mereka membutuhkan Allah untuk menolong mereka menjalani tahun-tahun yang sulit ini.
Ketujuh petunjuk tersebut juga dapat dilakukan oleh para orangtua. Bacalah lagi, ingatlah dan cobalah melakukannya. Sikap yang benar terhadap keluarga Anda dimulai dengan sikap yang benar terhadap Allah.


sumber : Santapan Rohani edisi Tahunan VIII

"Kerajaan Allah Sudah Datang Kepadamu"

"Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu."
 (Lukas 11 : 20)


Kerajaan Allah merupakan pokok pewartaan Yesus. Kerajaan itu terbuka bagi semua orang yang berusaha melaksanakan kehendak Allah, bagi mereka yang lurus dan rendah hati seperti seorang anak, yang bertindak adil, mengampuni dan mengusahakan kedamaian. Orang harus bersedia meninggalkan apa saja untuk mengejar Kerajaan Allah itu.

Yesus sendiri sejak dai palungan sampai salib berbelarasa dalam kehidupan dan kemalangan orang-orang kecil, miskin, turut merasakan dan mengalami lapar, haus dan kekurangan. Sebagai tanda hadirnya Kerajaan Allah, para murid diminta untuk memberi makan dan minujm kepada mereka yang lapar, membantu meningkatkan kesejahteraan sosial, kebutuhan dasar orang-orang miskin, papa, hina, lemah dan tak berdaya.

Kita pun diundang untuk berbelarasa dengan mereka yang sangat membutuhkan pertolongan. Caranya dengan bertobat dan berbuat baik. Berbuat baik tidak perlu menunggu sampai usia 70 tahun atau 80 tahun. Biar kelak kita tidak menyesal, mulailah dari sini dan sekarang ini juga untuk berbelarasa kepada saudara yang sangat membutuhkan bantuan.

Bentuk konkrit aksi nyata apa yang akan ku pilih dan ku lakukan untuk berbelarasa pada yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel??


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Selasa, 05 Maret 2013

"Memaafkan"

"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" (Matius 18 : 21)


Banyak orang seringkali tidak logis, tidak nalar dan bertindak egois. Biar begitu, maafkanlah. Ini adalah kata-kata magis yang terlahir dari kejernihan dan kedalaman batin Ibu Teresa yang semasa hidupnya merangkul isi dunia yang terpinggirkan.

Memaafkan "sampai tujuh puluh kali tujuh kali", satu proses dan semangat dasar yang mengalir dari kasih Allah untuk menerima manusia apa adanya. Memaafkan adalah proses penerimaan diri dan penerimaan orang lain. Orang tidak lagi mudah memaafkan, sehingga orang pun bertanya, "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?".

Memaafkan, satu kata yang mudah diucapkankan tapi sulit untuk didagingkan dalam sikap dan tindakan hidup manusia.Memaafkan berarti orang dengan sadar 'melepaskan' rasa sakit yang ditanggungnya sebagai akibat dari perlakukan sikap dan tindakan orang lain. Di era digital segala kemajuan teknologi membuat manusia, dijauhkan dari hakekat kemanusiaannya yang adalah 'Gambar dan Citra' Allah sendiri. Potret semacam ini kerapm kali dimunculkan dalam kehidupan keluarga, minimnya komunikasi personal yang saling menyentuh jiwa satu dengan yang lainnya yang berakibat tumpulnya rasa untuk merasa makna memaafkan dan dimaafkan.

Masa prapaskah, menjadi peristiwa untuk melatihkan dan mengembalikan cara merasa seperti Allah merasa terhadap seluruh ciptaanNya, termasuk kepada manuasia.

Manusia tempatnya salah. Dengan memaafkan dan mengampuni manusia meragakan Sabda Allah. Allah menjadi nyata dan hidup dalam hati manusia. Apakah aku sudah dengan sadar memaafkan atau mengampuni orang yang telah melukai perasaanku??


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Senin, 04 Maret 2013

"Beriman dan Berserah"

"Dan pada zaman Nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain daripada Naaman, orang Siria itu." (Lukas 4 : 26 - 27)

Ada seorang bernama AW, tega menjual istrinya kepada lelaki hidung belang. Tindakan itu dilakukan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Aksi bejat AW akhirnya terbongkar setelah sang istri melapor ke Mapolresta Depok, Jawa Barat, Rabu. Kepada polisi, AW mengaku dua kali menjual sang istri kepada lelaki hidung belang dengan alasan lantaran kebutuhan rumah tangga setelah dipecat dari tempat ia bekerja. Selain menjual istri, juga diadukan atas tindakan kekerasan di dalam rumah tangganya, yaitu terhadap anaknya bernama AL, 10 tahun dan ND, 4 tahun. Atas perbuatannya, polisi menjerat AW dengan dua pasal sekaligus.

Kasus tersebut diatas, sungguh sangat memprihatinkan. Keluarga adalah tempat untuk penyemaian benih nilai kehidupan yang pertama dan utama. Istri dan anak-anak seharusnya memperoleh pendidikan nilai melalui keteladanan seorang suami atau ayah dalam keluarganya. Yang terjadi justru sebaliknya. Istri dan anak-anak yang semula sebagai orang yang dicintai, akhirnya direndahkan dan dilecehkan martabatnya oleh orang yang seharusnya menjadi tempat untuk mendapatkan kasih dan perlindungan. Demikian juga sebagai orang beriman dalam menyikapi kesulitan dan tantangan hidup ini?

Melalui bacaan Injil hari ini, Yesus mengajarkan kepada kita betapa pentingnya membangun relasi dan sikap berserah diri terhadap Dia. Dalam relasi dan penyerahan diri kepada Dia itulah kita akan mengalami kehadiran dan karya-karya mukjizatNya. Dan akhirnya kita pun dibuat semakin mampu mengolah dan menerima tantangan dan kesulitan hidup keluarga, bermasyarakat dan karya dalam terang iman.

Bagaimanakah sikapku, ketika menghadapi tantangan dan kesulitan hidup dalam keluarga, masalah pekerjaan dan berelasi dengan orang lain? Apakah relasi yang ku bangun dengan Tuhan menjadi dasar dan inspirasi untuk mencari penyelesaian terhadap tantangan dan kesulitanku?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Minggu, 03 Maret 2013

"Beriman yang Berkualitas"

"Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah, jika tidak, tebanglah dia." (Lukas 13 : 9)


Di Babelan, Bekasi Utara, tinggal Pak Simon Botaama, berprofesi sebagai penjual abu gosok. Setiap hari bergerilya menyusuri gang-gang perkampungan belasan kilometer, dagangannya kadang laku sekitar 5 sampai 10 bungkus dan berpenghasilan Rp. 4.000,- kadang meningkat menjadi Rp. 10.000,- atau Rp. 15.000,-. Tiap hari bekerja, sambil menyeka keringat. Pak Simon terus mendaraskan doa yang sangat sederhana : "Ya, Tuhanku, ya Allahku, tenagaku tidak kuat lagi menarik gerobak ini. Meski begitu saya akan terus menarik gerobak ini."

Suatu hari, seorang penjual tangga keliling lewat didepan rumahnya. Melihat penjual tangga itu, hati Pak Simon iba, ia lalu membelinya dengan Rp. 25.000,- dari harga Rp. 30.000,- yang ditawarkan. Padahal ia tidak membutuhkan tanggay, tuturnya. Alasan Pak Simon membeli tangga ini adalah : "Karena rasa lapar dan haus kami di jalan yang sama...". (suara clara 01.2012)

Dalam hidup pribadi Pak Simon yang sangat sederhana dan mau berbelarasa terhadap sesama terutama yang senasib denganya, kita memperoleh gambaran orang yang berima yang berkualitas.

Tuhan Yesus memakai relasi antara buah dan pohon untuk memberikan peneguhan dan jaminan kepada kita, bahwa Allah sungguh bermurah hati kepada seluruh umatNya. Allah sebagai penyelenggara kehidupan memberikan kesempatan kepada seluruh umatNya untuk tumbuh menjadi pribadi yang beriman dan berkualitas.

Apakah ditengah-tengah kesibukanku, aku masih menyisihkan waktu dan pikiran untuk membangun relasi dengan Tuhan Yesus dengan berdoa, membaca, merenungkan dan melaksanakan ajaranNya.

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Sabtu, 02 Maret 2013

"Awas Kesombongan yang Menganggap Diri Baik!!"

"Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia." (Lukas 15 : 28)

Pada suatu kali ada seorang yang bertanya demikian,

"Kok saya yang sudah berusaha hidup suci, rajin berdoa, ke gereja tidak absen dan rajin menyumbang dan pelayanan, tetapi doa saya tidak dikabulkan malahan orang yang saya pandang malas berdoa, malas ke gereja, pelit dan tidak aktif pelayanan kok malah doanya lebih banyak dikabulkan, kok bisa ya?"

Dari pertanyaan itu tersebut nampak tersirat ungkapan protes pada Tuhan, sepertinya Tuhan itu kurang adil. Pengalaman itu tentunya bisa juga kita alami dan sangat manusiawi. Namun dari pengalaman tersebut kita dapat bercermin pada kisah si sulung yang protes atas tindakan ayahnya yang menerima dengan penuh sukacita si bungsu yang nakal.

Belajar dari kisah si sulung, kita diingatkan bahwa segala usaha kita mengabdi Allah yang terungkap dalam kebaikan dan kesucian hidup bukanlah atas pamrih melainkan sebagai bentuk pertobatan konkret yang tanpa henti. Mengagungkan Allah sebagai Bapa yang baik dan murah hati, kita tempatkan lagi dalam keluasan penuh akan kemahakuasaan Allah yang menampakkan kebijaksanaan dan keadilanNya. Dengan demikian kita pun bertumbuh dalam iman yang senantiasa pula bersolider dengan iman yang juga dperjuangkan oleh setiap orang dari ruang lubuk hati yang terdalam dimana hanya Allah yang mengetahuinya. 

Akhirnya kita bisa bertanya lebih dalam lagi siapakah kita dihadapan Allah?? Apakah masih ada kesombongan dalam hatiku yang menganggap diri baik dibanding yang lain?? Apa yang harus ku lakukan untuk semakin memurnikan hidup imanku dihadapan Allah yang penuh kasih??

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Jumat, 01 Maret 2013

"Awas Kerakusan dan Ketamakan!!"

"Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh, supaya warisannya menjadi milik kita". (Matius 21 : 38b)


Ada ungkapan yang mengatakan begini, "Manusia itu tidak pernah puas akan hidupnya. Manusia itu selalu ingin menguasai semuanya". Benarkah demikian?? Tentu menjawabnya tidak mudah.

Kenyataan bahwa saat ini kedua sifat rakus dan tamak semakin hinggap dan menguasai manusia bahkan yang menyebut dirinya beriman kepada Tuhan menjadi tantangan khas untuk semakin mewujudkan iman yang sejati dewasa ini. Manusia dapat dikatakan membunuh kehidupannya sendiri oleh karena pencarian pemuasan dirinya yang semu. Karenanya manusia perlu menempatkan dirinya dengan sungguh dihadapan Sang Pencipta yakni Allah sendiri.

Bersama dengan iman kepada Allah yang maha kuasa, manusia merumuskan kembali orientasi hidup di dunia demi kemuliaan Allah. Manusia mendasarkan imannya yang menghadirkan Kerajaan Allah dan bukan kerajaannya sendiri. Manusia mengungkapkan imannya yang mengalahkan dosa ego demi menyatakan cinta kasih yang semakin luas. Maka bila manusia mampu menempatkan imannya secara benar, kiranya sifat rakus dan tamak menjadi sifat yang harus terus-menerus ditanggalkan dan disangkal agar hidup menunjukkan pertobatan kepada Allah. Mungkinkah terjadi?

Apakah yang menjadi kerakusan dan ketamakanku saat ini sehingga membuatku tidak bertumbuh dalam iman dan persaudaraan kasih?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013