Sabtu, 28 April 2012

"Minta"

Seorang pria bernama Jones meninggal dunia dan dibawa oleh Petrus masuk ke surga. Dia senang sekali melihat berbagai keindahan yang tidak pernah dia lihat di bumi. Keindahan itu sungguh tidak terbayangkan dan tidak tergambarkan. Namun diantara banyak hal yang indah - indah, dia heran karena melihat ada sebuah bangunan besar yang mirip dengan  hanggar pesawat terbang.

"Bangunan apa itu?" tanyanya kepada Petrus.

"Engkau pasti tidak ingin tahu," ujar Petrus.

"Justru aku sangat ingin tahu," ujar Jones.

Karena mendesak, Petrus mengajaknya masuk ke gudang mahabesar itu. Didalamnya berderet kotak - kotak putih besar dengan pita merah. Dimasing - masing kotak ada namanya.

"Apakah nama saya ada disana?" tanya Jones.

"Tentu saja!" jawab Petrus.

Jones segera menyelusuri selasar gudang yang sangat besar itu dan sampai kepada rak dengan tulisan Jones. Akhirnya ia menemukan kotaknya. Saat ia membukanya, ia menarik nafas panjang. Ada nada penyesalan didalam tarikan nafasnya.

"Sudah saya duga", kata Petrus, "Setiap orang yang membuka kotaknya pasti akan bereaksi sepertimu".

Ternyata dikotak itu berisi semua hal yang dulu sangat dia harapkan bisa dia miliki saat berada di bumi. Dia tidak mendapakannya karena tidak memintanya kepada Tuhan.

Seringkali kita segan bahkan malu untuk meminta karena kita meraasa diri kita bukan peminta - minta. Padahal, firman Tuhan katakan, "Oleh karena itu Aku berkata kepadamu : Mintalah, maka akan diberikan padamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu". Kasih itu berani mengharapkan segala sesuatu. Asal segala sesuatu itu sesuai dengan kehendak Tuhan, harapan kita akan terkabul. Ayo meminta!

sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

Jumat, 27 April 2012

"Burung Gereja yang Mati"

Saya sedang meluncur di jalan raya dengan kecepatan kira - kira 100 KM/Jam ketika tiba - tiba didepan saya terlihat dua urung gereja sedang bertarung sengit di tepi jalan. Bulu - bulu mereka sudah rontok hingga beterbangan tetapi mereka masih saling menyerang dengan dahsyat.

Ketika mobil saya semakin mendekat, mereka terlihat semakin seru bertarung. Tiba - tiba mereka terbang bersama - sama dan mengepakkan sayap membabi buta mengarah ke mobil saya. Lalu dengan suara keras mereka membentur kaca mobil dan mati meninggalkan lumuran darah dan bulu. Mereka begitu bersemangat bertarung sehingga tidak melihat bahaya yang lebih besar didepan mereka.

Betapa sering kita bersikap seperti dua burunng itu, kita lupa bahwa suatu perkelahian tidak ada yang menang. Ketika menyimpan dendam, kemarahan kita meledak - ledak. Petiklah pelajaran dari kedua burung gereja itu. Lupakan keluhan anda, bersiaplah mengampuni dan mengakui bila diri anda memang bersalah. Mengumbar amarah kepada orang lain hanya akan menyakiti diri sendiri.

sumber : santapan rohani edisi tahunan VIII

Kamis, 26 April 2012

"Doa Egois"

Sebuah kapal mengalami kecelakaan, sehingga penumpangnya terjun ke laut. Ada 2 penumpang yang berhasil mendapatkan potongan kayu. Setelah terombang-ambing sekian lama mereka terdampar di sebuah pulau terkecil. Karena mereka sama - sama berdoa. Untuk menguji doa siapakah yang Tuhan jawab, mereka membuat garis ditengah pulau yang memisahkan pulau itu menjadi dua bagian.

Mereka mulai berdoa minta makanan. Tidal lama kemudian, tanah di bagian si A, sebut saja kemudian, tiba - tiba tumbuh pohon buah - buahan yang berbuah dengan lebatnya, sedangkan pulau di bagian si B tidak mengeluarkan apa - apa. Mereka berdoa lagi minta istri. Tidak lama kemudian ada kapal karam dan satu - satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berhasil mendarat di pulau si A, sedangkan si B tidak mendapatkan apa - apa. Lalu mereka berdoa meminta lagi minta perahu. Eh, ada perahu yang terdapat dibagian si A, sedangkan si B tidak mendapatkan apa - apa. Dengan segera si A mengajak istrinya dan bersiap - siap meninggalkan pulau itu tanpa mengajak si B. Tiba - tiba dia mendengar suara menggelegar dari atas, "Hai kamu yang egois, mengapa kamu tidak mengajak temanmu?" Dengan persaan kaget, si A menjawab, "Tuhan, bukankah doanya tidak pernah Engkau jawab. Dia pasti orang berdosa. Mengapa aku harus menyelamatkan orang yang Engkau sendiri tidak berkati?" Seketika guntur menggelegar disertai tiupan angin kencang dan terdengarlah suara dari atas, "Hai kamu yang bebal. Kamu tidak tahu, kamu mendapatkan segala sesuatu itu karena doa temanmu itu. Dia berdoa agar semua permintaanmu Aku turuti!".

Seberapa sering kita bertindak seperti si A yang egois dan mementingkan diri sendiri? Kisah kita mungkin tidak sedramatis itu, tetapi tidakkah kita menyadari bahwa terkadang dalam hal-hal kecil saja kita sudah egois. Mari kita berubah bersama!"

sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

Selasa, 24 April 2012

"Bersyukurlah!"

Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala sesuatu yang kamu inginkan.
Seandainya sudah, apalagi yanng harus diinginkan?

Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu.
Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar.

Bersyukurlah untuk masa - masa sulit.
Dimasa itulah kamu tumbuh.

Bersyukurlah untuk keterbatasanmu.
Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang.

Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru.
Karena itu akan mengajarkan kekuatan dan karaktermu.

Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat.
Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga.

Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih.
Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan.
Mulailah semua rasa syukur ini dari rumahmu masing - masing.


sumber : Jost Kokoh, Pr. XXX Family Way. Yogyakarta : Kanisius 2010

Senin, 23 April 2012

"Pengantar Kue"

Hari minggu orang tua mengajak saya mengunjungi tetangga yang menjalani perawatan di rumah sakit.

"Kita hendak membawa apa untuknya?" tanya ibu pada ayah.

"Bagaimana kalau kita membelikan kue kesukaannya?" usul ayah.

Ibu meminta ayah berhenti di sebuah toko roti.

"Tersisa ukuran terkecil," kata pemilik toko.

"Kue ini kesukaannya," ujar ibu.

Setelah berunding sejenak, orang tua memutuskan tetap membeli kue kecil itu.

"Kamu nanti menyerahkan kuenya kepada nenek yang sakit ya," pinta orang tua kepada saya.

Begitu tiba di kamar tidur pasien, tangan ibu menyikut pelan lengan ayah.

Saya menaruh kue di sisi kue lain  diatas meja. Kedua kue sama hanya ukurannya jauh berbeda.

Nenek menangkap kekikukan orang tua saya.

"Terima kasih kaliah meluangkan waktu mengunjungi saya."

"Kami mencari kue kesukaan nenek namun hanya tersisa ukuran kecil," ujar ibu mencoba menerangkan perkaranya.

Nenek membalasnya dengan senyum.

"Kue kalian istimewa karena nenek dapat merasakan kehangatan tangan kalian. Kue besar terasa dingin karena ketidakhadiran tangan pengirimnya. Kuenya sampai melalui jasa antar toko roti."

Kecil namun berarti. Dibalik arti kecil, terdapat sebuah pengertian dan perhatian yang amat besar.


sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009

Sabtu, 21 April 2012

"KebaikanNya"

Pada suatu sabtu, hidup saya yaris mengalami bencana. Saat itu kakak dan keponakan saya mampir untuk mengambil sebuah meja. Setelah mengangkat meja itu ke truk, mereka bercakap-cakap sebentar dengan saya lalu pergi. Saya pun masuk ke rumah, sementara suami saya, Jay, memasukkan mobilnya ke garasi. Sesaat kemudian saya mendengar dentuman keras sehingga saya segera berlari menuju garasi. Jay sedang menatap pintu garasi yang tiba-tiba menutup sendiri. Seandainyta pegas pintu garasi itu patah beberapa menit lebih awal, seseorang pasti akan tertimpa pintu garasi yang beratnya hampir 100 kg itu dan akan terluka parah atau bahkan meninggal. Peristiwa tersebut bukan semata-mata suatu keberuntungan atau kebetulan sehingga tak seorang pun terluka. Tangan Allah lah yang menolong, satu lagi pengingat tentang kebaikanNya.

Terkadang saya rindu melihat peristiwa dramatis yang menunjukkan kebesaran dan kuasa Allah sebagai bukti bahwa Dia menyertai saya. Namun, Dia ingin supaya saya juga memperhatikan peristiwa-peristiwa kecil yang juga merupakan bukti dari kebaikanNya dan belas kasihanNya seperti yang dilakukanNya di garasi saya hari sabtu itu.

Jika anda tahu Allah bekerja dalam segala sesuatu, anda bisa menyerahkan segala sesuatu kepadaNya.

sumber : Santapan Rohani edisi Tahunan VIII

Rabu, 18 April 2012

"Letak Titik"

Suara ketukan pada lantai kayu kelas mengangkat muka Fajar. Ia mengerling jarum jam tangannya. Kelas baru akan mulai setengah jam lagi.

"Apakah saya mengganggu persiapan kelas Bapak?"

"Bagaimana kabar Anne pagi ini?"

"Sedih. Bapak penyebabnya," ujar Anne sambil mengerutkan mulutnya.

Anne menyerahkan kertas ujian matematikanya.

"Saya rasa Bapak salah memberi nilai," ujar Anne.

"Begitu?"

"Ya"

Fajar mengenakan kacamata untuk mengoreksi ulang pekerjaan muridnya.

"Bapak mestinya memberi nilai saya 10. Saya mengerjakan soal matematika nyaris sempurna. Saya hanya membuat kesalahan kecil pada akhir," bela Anne.

"Apakah nilai 9 bukan angka yang sangat bagus untuk jawaban akhir ujian yang keliru?"

Senyum Anne mengembang.

"Guru lain barangkali akan memberi nilai 0", ujar Anne sambil memilin rambutnya.

"Hasil akhir ujian seharusnya Rp. 2.000. Karena teledor, saya menulis jawaban Rp. 20.00," aku Anne

"Titik barangkali tanda kecil dalam ruang kelas matematika. Namun ia menjadi perkara besar ketika kita salah meletakkannya dalam perhitungan kehidupan."

Titik mengingatkan kita saat salah mengambil jalan, untuk sesegera mungkin berhenti dan mulai jalan yang baru.

sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009

Minggu, 15 April 2012

"Moebius Syndrome"

Ada satu kelainan yang meimpa manusia yg disebut Moebius Syndrome. Penderitanya tidak dapat berekspresi. Dia tidak mampu tersenyum, cemberut, marah, tertawa dan sebagainya. Pendeknya, ekspresinya dingin. Lebih tepatnya tanpa ekspresi. Yang menarik, para penderita kelainan yang sangat langka ini tetap optimis didalam menjalani hidup mereka. Mereka bahkan memiliki ikatan kekeluargaan diantara sesama penderita Moebius Syndrome. Motto mereka pun justru membangkitkan semangat orang yang normal : "Our Smiles Come From Our Hearts" ("Senyum kami berasal dari hati kami").

    Sebagai seorang motivator, saya bertemu dengan banyak orang baik di kelas training maupun dikesempatan yang lebih santai. Berdasarkan pengalaman empiris saya menjalin relasi dengan banyak orang dari berbagai kalangan tertentu yang secara materi tidak berkekurangan, tetapi sulit sekali untuk mengucapkan syukur. Ekspresi wajahnya adalah ungkapan kesedihan dan ketidakpuasan terhadap hidup. Sebaliknya, saya sering bertemu dengan masyarakat kalangan bawah yang bisa bersyukur meskipun hidupnya serba pas-pasan. Ada senyuman ramah diwajahnya.

     Ketika sebuah kapal dihantam badai, para awak kapal dan penumpang tampak ketakutan. Ada seorang yang mendatangi nahkoda kapal di ruang kemudi. Saat kembali, dia menenangkan penumpang lain. "Tenang, tenang kita pasti selamat," ujarnya. "Darimana kamu tahu?" tanya penumpang lain secara serentak. "Nahkoda sudah bisa tersenyum!" jawabnya sambil menyunggingkan senyumnya.

    Senyuman adalah lengkungan yang bisa meluruskan segala sesuatu. Beban hidup, masalah rumah tangga dan problem dalam pekerjaan akan terasa jauh lebih ringan jika kita menyelesaikannya dengan senyuman dibibir kita. Tersenyumlah maka dunia akan ikut tersenyum bersama anda. Mau mencoba?

sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

Sabtu, 14 April 2012

"Jodoh"

Pada suatu musim dingin, saya diundang untuk melayani Winter Camp sebuah gereja. Panitia meminta saya untuk menyampaikan tema tentang 'Jodoh'. Saya meminta peserta untuk menuliskan kriteria calon pasangannya. Sambil menunggu mereka mengisi kertas kosangnya, saya teringat dengan sebuah humor tentang pencarian jodoh. Seorang cewek berkata tentang kriterianya, "Saya berharap calon suami saya adalah seorang yang penua kepribadian, rumah pribadi, mobil pribadi, pesawat pribadi bahkan pulau pribadi!" Cewek lain berkata, "Kalau saya sih ingin punya cowok yang punya wibawa. Wih bawa BMW, wih bawa handphone terbaru, wih bawa kartu kredit platinum!" Saya masih tertawa saat membayangkan hal itu.

Ketika kertas-kertas itu saya kumpulkan, saya mendapati banyak variasi. Ada yang menginginkan pasangan yang kaya dan rohani. Ada yang lebih menginginkan kesesuaian selera. Ada juga yang menginginkan bentuk tubuh tertebtu. Namun, diantara semua itu saya menemukan seorang gadis yang memberikan kriteria yang berbeda. Diatas kertas putih bersih itu dia memberikan kriteria menurut nomor urut dan skala prioritasnya. Diangka nomor satu, dia menulis, "Jodohku haruslah seorang pria yang lebih mengasihi Yesus daripada saya!" Kriteria itu sungguh luar biasa. Dia tahu jika calon suaminya mengasihi Yesus, dia juga pasti mengasihi istrinya. Namun jika orang itu mengasihinya, belum tentu dia mengasihi Yesus.

Saya tidak tahu apakah saat ini anda sedang bergumul mencari jodoh baik bagi diri sendiri maupun bagi anak anda. Teladanilah kriteria gadis di Winter Camp itu. Bobot, bebet dan bibit memang penting tetapi yang lebih penting lagi adalah penyertaan Tuhan. Mintalah hikmat dan restu dari Tuhan sebelum mengambil keputusan. Jangan sampai salah pilih. Pernikahan itu sekali seumur hidup dan penyesalan seringkali datang terlambat.


sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing Home 2010

Kamis, 12 April 2012

"Ongkos Persahabatan"

"Basah!" teriak Willy dan Bona sambil melompat dari tempat duduknya.

Pemandu wisata air mengangkat kedua tangannya dan semua peserta mengikuti gerakan tangannya.

"Indah sekali", ujar Bona sambil meminta Willy untuk mengambil gambarnya dengan latar belakang laut.

"Berapa harga tiketnya?" tanya Bona sambil membuka dompetnya.

"Apakah kamu lapar?" tanya Willy.

Keduanya memasuki restoran berdesain hutan belantara. Pelayan mempersilakan mereka duduk di kursi berhias ekor zebra. Saat menikmati santapan lezat, suara gemuruh hutan sejenak mengagetkan mereka. Restoran seperti bergoncang karena kicauan burung, teriakan monyet dan gajah dan desisan ular.

"Makan siang special," ujar Bona saat Willy membelikan souvenir T-shirt di penghujung santap siang.

Saat memijat kakinya yang kelelahan berjalan-jalan seharian, Willy mendengar ketukan di pintu kamarnya.

Bona melongok dari balik pintu.

"Berapa pengeluaran yang harus ku tanggung untuk piknik tadi?"

"Gratis," jawab Willy.

Paras Bona kelihatan sulit mencerna perkataan Willy.

"Perhitungan pengeluaran berlaku dalam relasi bisnis. Ongkos persahabatan adalah perhatian."

Saat kita mulai menghitung saldo pengeluaran dan pendapatan dari sebuah persahabatan, relasi kita dengan yang lain barangkali telah jatuh menjadi bisnis.


sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009

Selasa, 10 April 2012

"Semangkuk Mie"

Seorang remaja bertengkar dengan mamanya karena masalah sepele. Karena jengkel, sang mama berkata, "Kalau sudah nggak suka sama mam, keluar saja kamu!" Karena emosi, gadis itu pergi tanpa bekal apa pun. Karena bingung dia berjalan kesana kemari tanpa tujuan. Mau ke mall, tidak membawa uang untuk naik kendaraan. Mau ke rumah teman, jauh. Mau ke rumah family takut ditanya macam - macam. Akhirnya ia memutuskan untuk berjalan saja sesuai kemana kakinya melangkah. Menjelang sore dia baru sadar bahwa seharian dia belum makan. Perutnya keroncongan. Di depannya da penjual mie rebus. Baunya mengular di udara membuat perutnya perih. Dia hanya bisa berdiri didepan warung itu tanpa berani masuk.

"Non, mau beli mie?" tanya penjualnya.

Dengan wajah menunduk malu, anak gadis berkata lirih, "Saya nggak punya uang Pak."

Karena kasihan, penjual mie itu memberinya semangkuk mie gratis. Rasa lapar mengalahkan rasa malunya. Dengan menunduk, gadis itu mulai makan mie rebus itu. Ketika melihat gadis itu menitikkan air mata, penjual mie  itu bertanya, "Ada apa Dik?"
"Pak, saya sungguh terharu. Bapak baru mengenal saya tetapi sudah memberi saya semangkuk mie, sedangkan mama yang mengenal saya sejak lahir tega mengusir saya," ujarnya.

Setelah menghela nafas panjang, penjual mie itu berkata, "Engkau keliru, Dik. Aku hanya memberimu semangkuk mie, engkau sudah bisa demikian bersyukur. Namun, mamamu itu sudah bersusah payah melahirkanmu, bahkan memeliharamu sampai besar, gara-gara hal sepele engkau malah meningglkan rumah, Pulanglah, Bapak yakin mamamu pasti menerimamu!"

Gadis itu pulang dengan perasaan campur aduk antara takut, sedih dan malu. Ketika melihatnya muncul, mamanya berkata, "Kamu pasti kelaparan. Mandi sana. Mama sediakan makan malammu!" Gadis itu pun bersimpuh dihadapan mamanya dan menangis sejadi-jadinya.

Kasih seorang ibu memang sepanjang zaman. Kasih sejati itu mudah memaafkan, mengampuni dan melupakan. Kasih sejati itu tidak berkesudahan.

sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirational Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

Senin, 09 April 2012

"Berapa Labanya?"

Seorang anak bungsu seorang pedagang baru diwisuda dengan gelar Master of Business Administration dari sebuah kampus bisnis terkemuka. Dengan penuh semangat, dia menceritakan kepada ayahnya apa saja yang ia pelajari di kampus. Dengan berapi-api ia berkata, "Dengan ilmu yang saya dapatkan, saya bisa memulai bisnis dengan perhitungan yang matang. Saya akan melakukan feasibility study. Saya akan melakukan penelitian pasar lebih dulu dan menentukan pasitioning usaha saya. Setelah itu saya menghitung kapan perusahaan saya bisa Break Event Point. Dengan Standar Operation Procedure yang baik dan pembukuan yang rapi saya menghitung laba perusahaan secara rinci."

Ayahnya memandang anaknya dengan penuh kebanggaan. Ada senyum kepuasan di wajahnya. Karena merasa mendapatkan angin, sang anak berkata, "Tetapi saya bingung, bagaimana Papa bisa menghitung laba yang pap hasilkan dengan cara sederhana ini?"

Dengan tersenyum ayahnya menjawab, "Ketika Papa mulai usaha ini, Papa boleh dikatakan hanya punya beberapa pasang baju butut. Kini, kita tinggal di rumah besar, mobil cukup, tanah luas dan... kalian anak-anak Papa bisa lulus semua dari perguruan tinggi. Bukankah itu laba yang Papa hasilkan?"

Kesederhanaan, ketekunan dan kerja keras merupakan laba tersendiri bagi kita. Mungkin kita tidak memiliki selembar ijazah pun. Gelar pun tidak kita miliki, tetapi Tuhan memberi kita otak untuk berfikir, hati untuk menimbang dan tangan untuk bekerja. Asal kita melakukannya dengan rajin dan penuh tanggung jawab, Tuhan sanggup memberkati kita.

sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

Kamis, 05 April 2012

"Pendonor Mata"

Setelah menikah bertahun - tahun, seorang suami mulai berlaku kasar terhadap istrinya. Dia bukan saja suka memaki - maki tetapi juga turun tangan. Tangan yang seharusnya dipakai untuk membelai rambut dan melindungi istri justru dia pakai untuk menampar istrinya. Tak jarang kakinya pun ikut menendang. Bulan madu sudah menjadi kenangan pahit bagi istrinya.

         Suatu kali sang suami durhaka itu mengalami kecelakaan. Matanya terkena pecahan kaca dan menjadi buta. Dokternya memberitahunya kecuali ada yang mau mendonorkan matanya barulah dia bisa melihat kembali. Dia pun merasa dunia menjadi gelap. Tanpa dia duga, tidak lama kemudian dokternya datang dan mengatakan ada yang mau mendonorkan matanya. Dia merasa gembira, tetapi sekaligus jengkel. Dia merasa senang karena tidak lama kemudian dia bisa melihat kembali. Dia marah karena istrinya tidak lagi menjenguknya. "Dia pasti mau balas dendam," ujarnya dengan hati membara dan bukal menyesal atas perbuatannya yang kasar kepada istriya dulu.

         Operasinya berhasil. Segera setelah ia diizinkan pulang, dia ingin segera melampiaskan kemarahannya kepada istrinya. Dia mecari istrinya didepan rumah tidak ada. Dia masuk kedapur, istrinya tidak disana. Akhirnya dia masuk ke kamar dan melihat istrinya sedang tertunduk. Dengan kasarnya ia mendongakkan kepala istrinya dan siap - siap untuk menyemburkan makiannya. Tiba - tiba lidahnya kelu. Kerongkongannya terasa kering. Matanya mulah membasah tak bisa ia kontrol. Ternyata kedua mata istrinya memutih. Dia tahu sekarang bahwa pendonor mata itu adalah istrinya sendiri.

        Kita bisa saja seperti sang suami yang hanya ingin menyalahkan orang lain tanpa instropeksi diri. Jika kita seperti itu jalan satu - satunya adalah berbalik dari jalan kita yang jahat. Sebaliknya, jika kita berada diposisi istri, seberapa jauh kesabaran kita terhadap orang - orang yang menyakiti kita?


sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirational Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

Rabu, 04 April 2012

"Sepotong Pisang"

    Seorang wartawan foto sedang berada di daerah yang tertimpa bencana kelaparan. Dia ingin mengabadikan suasana ketika badan sosial sedang membagikan makanan untuk rakyat miskin. Dia sudah bersiap - siap untuk mengambil foto terhadap orang - orang yang sedang antre panjang untuk mendapatkan makanan. Ada yang mendapatkan roti, susu, buah - buahan.

Tiba - tiba matanya yang setajam rajawali menangkap pemandangan yang menarik. Seorang remaja tanggung sedang bersama tiga orang bocah kecil lainnya. Tampaknya dia menjaga ketiga anak itu. Fotografer itu segera bersiap dengan kameranya. Dia berharap menangkap moment terbaik. Dia melihat gadis kecil itu berada diantrean paling belakang dan menyuruh ketiga bocah lainnya untuk menunggunya dibawah pohon. Saat gilirannya tiba, karena persediaan makanan sudah habis, panitia hanya bisa memberinya sebuah pisang. Meskipun hanya mendapat sebuah pisang, wajahnya tidak memancarkan kekecewaan. Dia mengupas pisang itu dengan hati - hati, memotongnya menjadi 3 bagian dan membagikan masing - masing potongan itu kepada 3 bocah kecil yang tadi bersamanya. Dia sendiri cukup puas dengan mengisap - isap kulit pisang. Fotografer itu tidak jadi mengambil gambar. Jemarinya tampak kaku untuk menekan tombol shutter kameranya. Sebaliknya, ia memakai tangannya untuk menghapus airmatanya yang tiba - tiba saja membanjiri wajahnya.

     Orang - orang yang paling malang dan menderita seringkali justru menunjukkan solidaritas yang tinggi. Sebenarnya, situasi dan kondisinya sendiri membuatnya sulit untuk menolong orang lain. Namun, disaat seperti itu pun mereka tidak mementingkan diri sendiri. Betapa malunya kita yang dalam kondisi serba kecukupan seringkali justru mencari keuntungan untuk diri sendiri dan mengabaikan bahkan menginjak - injak hak orang lain yang sebenarnya justru yang berhak menerimanya.


sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publising House 2010

"Penebar Kebaikan"


Tebarkan ragi kebaikan dalam setiap tindakanmu.


Hindari pikiran untuk meninggikan diri sebagai penebar kebaikan yang paling pantas mendapatkan pujian orang lain.

Pikiran demikian mudah sekali menjadikan engkau memandang sebelah mata pribadi - pribadi lain tanpa karunia talenta sepertimu.

Berikan yang terbaik dari talentamu dan percayalah sesamamu bertindak sepertimu pula.

Setialah dalam perkara - perkara kecil karena semerbak kebaikanmu bersumber darinya.


Betapa indahnya jika kita saling melengkapi satu sama lain. Apa yang telah kami lakukan bagi tuna wisma, mungkin tak dapat kalian lakukan.

Apa yang kalian lakukan di tempatmu berada kehidupan keluarga, kehidupan teman sejawatmu, lingkungan kerjamu, tak dapat kami lakukan. Namun kalian semua bersama - sama dengan kami melakukan sesuatu yang indah bagi Tuhan.


sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009

Selasa, 03 April 2012

"Kecupan Yudas"

"Apakah engkau juga berbicara dengan aparat keamanan yang mengawasi rumah penjara? Apakah mereka ramah terhadapmu?" tanya jurnalis.

"Ya. Mereka berlaku sopan dan sebagian ramah sekali terhadapku."

"Benci terhadap mereka yang memenjarakan engkau?" tanya jurnalis lebih lanjut.

"Ibu mendidik saya untuk menyingkirkan kebencian  bahkan terhadap mereka yang membenci kami".

"Saya bukan malaikat yang hidup tanpa kemarahan. Saya berusaha melihat sisi dalam kemanusiaan mereka. Saya peduli dengan kemanusiaan mereka. Mereka terbiasa berelasi dengan kami dengan kekerasan."

Suu Kyi menghargai kehadiran mereka yang senantiasa tinggal disekitarnya.

"Perjumpaan yang nampak biasa merupakan peneguhan istimewa akan persahabatan."

Aung San Suu Kyi merujuk ajaran Budha tentang sahabat,

"Ia menyerahkan sesuatu yang sedemikian ingin digenggamnya, memanggul beban berat pada bahunya, menerima hujatan dengan hati lapang dan mengokohkan kaki di jalan terjal kehidupan."

Ia berbicara lebih lanjut tentang pengkhianatan,

"Kecupan Yudas dalam kitab suci Kristiani bukan kiasan."

Zaman sekarang pengkhianatan ala Yudas masih banyak terjadi. Hari ini lawan tetapi besok sudah berubah menjadi kawan.

sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009

Senin, 02 April 2012

"Buktikan Merahmu!"

Seorang pemuda tampak hendak naik kereta api yang hari itu tampaknya dijejali calon penumpang. Di tengah jalan dia tampak jengkel ketika melihat seorang cali menjual tiket kereta kepada seorang bapak. Segera setelah mendapatkan tempat duduk, dia segera duduk sambil menghela nafas lega. Sementara itu, seorang ibu tampak bersusah payah berjalan di selasar sambil matanya mencari - cari kalau ada bangku yang kosong. Ternyata semua bangku sudah terisi. Seorang bapak yang mengetahui hal itu pura - pura tidak melihat dengan menutupi wajahnya dengan selembar koran. Pemuda itu bangkit, menyerahkan kursinya untuk ibu itu dan membantunya meletakkan tasnya di rak atas, sedangkan dirinya sendiri berdiri dengan muka penuh senyuman. Ibu itu memandang wajah pemuda itu dengan perasaan bangga, rasa syukur dan terima kasih.

Yakobus pernah menulis, "Demikian juga halnya dengan iman, jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata : 'Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan', aku akan menjawab dia : 'Tunjukanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan - perbuatanku". (Yakobus 2 : 17 - 18). Yakobus tidak bermaksud mengatakan bahwa perbuatan lebih penting dari iman. Jika kita memperhatikan kata - katanya, jelas kita akan tahu bahwa dia mementingkan keduanya : "Aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan - perbuatanku." Artinya, iman + perbuatan = sempurna.

sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010

"Hati Allah"

Sebuah telunjuk menekan bel rumah tinggal rohaniawan. Jarum jam menunjukkan pukul 05. 30 pagi.

Terdengar langkah bergegas mendekati pintu. Seorang rohaniawan muda mengenakan jubah putih diikuti anjing dalmatian membuka pintu.

Sebuah paras elok terlihat dari sela pintu.

"Saya minta maaf mengganggu engkau sedini ini."

"Pintu terbuka bersamaan dengan pintu gereja setengah jam lalu."

Paras elok terangkat menatap rohaniawan disertai segaris senyum.

"Arum mau tanya sesuatu."

"Silahkan."

"Apakah hati Tuhan itu besar?"

Kesedihan tersembunyi di balik mata indahnya.

"Silahkan duduk."

Rohaniawan kembali dengan segelas teh hangat.

"Pribadi - pribadi terdekat mengabaikan Arum?"

Air mata berguguran dari mata beningnya. Arum menjumputi abjad di sela - sela isakannya.

"Hati mereka tertutup. Apakah Allah membuka hatinya padaku?"

Arum menyingkap lengan panjang bajunya. Bilur - bilur kehitaman sebesar jarum tisik terpampang.

"Hati Allah jauh lebih besar dari perkiraan kita," jawabnya sambil membentuk hati dengan tangannya.


Tanda "Dilarang Masuk" di jalanan barangkali sama banyaknya dengan tanda yang sama dalam hati terhadap kehadiran yang lain, terutama kaum miskin dan tertindas.

sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009