Ada satu kelainan yang meimpa manusia yg disebut Moebius Syndrome. Penderitanya tidak dapat berekspresi. Dia tidak mampu tersenyum, cemberut, marah, tertawa dan sebagainya. Pendeknya, ekspresinya dingin. Lebih tepatnya tanpa ekspresi. Yang menarik, para penderita kelainan yang sangat langka ini tetap optimis didalam menjalani hidup mereka. Mereka bahkan memiliki ikatan kekeluargaan diantara sesama penderita Moebius Syndrome. Motto mereka pun justru membangkitkan semangat orang yang normal : "Our Smiles Come From Our Hearts" ("Senyum kami berasal dari hati kami").
Sebagai seorang motivator, saya bertemu dengan banyak orang baik di kelas training maupun dikesempatan yang lebih santai. Berdasarkan pengalaman empiris saya menjalin relasi dengan banyak orang dari berbagai kalangan tertentu yang secara materi tidak berkekurangan, tetapi sulit sekali untuk mengucapkan syukur. Ekspresi wajahnya adalah ungkapan kesedihan dan ketidakpuasan terhadap hidup. Sebaliknya, saya sering bertemu dengan masyarakat kalangan bawah yang bisa bersyukur meskipun hidupnya serba pas-pasan. Ada senyuman ramah diwajahnya.
Ketika sebuah kapal dihantam badai, para awak kapal dan penumpang tampak ketakutan. Ada seorang yang mendatangi nahkoda kapal di ruang kemudi. Saat kembali, dia menenangkan penumpang lain. "Tenang, tenang kita pasti selamat," ujarnya. "Darimana kamu tahu?" tanya penumpang lain secara serentak. "Nahkoda sudah bisa tersenyum!" jawabnya sambil menyunggingkan senyumnya.
Senyuman adalah lengkungan yang bisa meluruskan segala sesuatu. Beban hidup, masalah rumah tangga dan problem dalam pekerjaan akan terasa jauh lebih ringan jika kita menyelesaikannya dengan senyuman dibibir kita. Tersenyumlah maka dunia akan ikut tersenyum bersama anda. Mau mencoba?
sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010
Refleksi hati
BalasHapusKukasihi engkau dengan kasih Tuhan
Kukasihi engkau dengan kasih Tuhan
Kulihat di wajahmu kemuliaan Tuhan
Kukasihi dikau dengan kasih Tuhan
Seorang remaja melintasi bekas erupsi Merapi di Muntilan setiap ia mengunjungi neneknya di Yogya. Nico, nama remaja itu mengamati banyak batu-batu besar tergeletak di pinggir jalan tempatnya melintas. Suatu ketika saat Nico melintas dia melihat seorang pemahat sedang asyik memahat batu. Nico lalu bertanya-tanya dalam hati mau dijadikan apa batu-batu besar yang tampak tak berguna itu?
Selang waktu kemudian, Nico melintasi kembali jalan yang sama. Namun ia terhenyak karena batu itu sudah berganti rupa menjadi seekor singa yang gagah. Pemahat itu telah mengubah batu besar itu menjadi singa. Nico sangat terkejut lalu ia bertanya pada pemahat itu mengapa bapak bisa mengubah batu itu menjadi singa? Kata pemahat itu karena mata hatiku lebih dahulu melihat singa. Singa itu sudah ada di hatiku sebelum aku melihat batu itu.
Saudara-saudariku terkasih dalam Tuhan. Pemahat itu mampu melihat singa yang bagus dalam wujud batu yang sudah tak berguna karena memiliki mata hati yang peka dan tajam. Seperti mata pemahat yang mampu melihat singa dalam wujud batu, hendaknya kita pun memiliki mata hati yang mampu melihat sesama bukan sebagai saingan tetapi sebagai saudara.
Tapi sebaliknya kita sering menganggap orang lain sebagai saingan yang harus dikalahkan, sebagai barang bekas yang sudah tak ada gunanya, bahkan sebagai musuh yang mengancam hidup kita. Kita tak mampu melihat keindahan pribadi yang tinggal di dekat kita dan yang bekerja setiap hari dengan kita. Mata kita seperti melihat batu besar, bukan melihat singa yang elok dan gagah. Alhasil hidup selalu gelisah, tak tenang, dan merasa oranglain sebagai penghalau kita dalam menikmati hidup, Rasa egois dan ingin menang sendiri yang membuat kita tak bisa memiliki mata hati yang tajam dan peka seperti mata pemahat.
Maka marilah kita belajar dari seniman yang mampu memiliki mata hati yang peka. Pelukis, pematung, pencipta lagu, dan pekerja seni lainnya adalah mereka yang memiliki kreativitas tinggi dalam berkarya. Jadilah pekerja seni yang dapat melihat keindahan budi sesamamu dan saat bertemu nyanyikanlah “kukasihi dikau dengan kasih Tuhan, kulihat di wajahmu kemuliaan Tuhan, kukasihi dikau dengan kasih Tuhan”. Lihatlah sesamamu seperti melihat keindahan penciptanya yaitu Tuhan sendiri
Selamat berhari minggu
Salam dan doa
ivonne
Terima kasih atas renungannya
BalasHapus