Mata Dina terbelalak dan mulutnya cemberut begitu menerima hasil ujian sejarah. Ia langsung meremas kertas ujian dan buru - buru menyembunyikan dalam laci.
"Memalukan hasilnya."
Lenguhan kekecewaan juga terdengar dari teman sekelasnya.
"Sebel banget sich. Aku bela - belain nggak main seminggu buat menyiapkan ulangan sejarah kemarin. Aku cuma dapat nilai 85," ujar Dina kepada beberapa teman dekat.
"Kamu mesti beruntung dapat nilai segitu. Aku lagi ketiban sial. Nilaiku hanya 70," kata Adriani dengan wajah masam.
"Seandainya menjadi kalian, aku sudah senang dengan hasil segitu. Lihat nih nilaiku. Hancur," kata Renata sambil memungut kertas ulangan yang telah dibuangnya ke keranjang sampah.
Paras Dina seketika berubah cerah.
"Benar nilaiku lebih tinggi daripada kalian?"
Mereka menganggukkan kepalanya dengan lemas. Dina lalu menanyai satu demi satu teman sekelasnya.
"Siapa sangka nilai ulanganku ternyata tertinggi di kelas," ujar Dina bangga.
Ia membetulkan kerutan pada kertas ulangan yang hampir dirobeknya. Ia lalu meletakkan di atas meja. Ia ingin semua melihat nilai ujiannya.
"Hargai dirimu tanpa harus menengok sekeliling sebagai ukuran pembandingnya," ujar mama menanggapi kisah Dina, puterinya.
sumber : Mutiara Andalas, S.J. Just for You. Yogyakarta : Kanisius 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar