Nuansa pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara cinta dan keculasan sangat kuat dalam perumpamaan ini. Pemilik kebun, Tuhan sendiri mengirim utusan untuk mengambil bagian keuntungan dari para penggarap. Mengirim utusan dimasa panen berarti tuan itu mempercayai para penggarap. Satu utusan dianiayi, yg lain dipermalukan. Tuan tetap mengirim utusan itu berarti ia mencintai mereka. Apalagi yg dikirim terakhir ialah sang putera, Yesus. Namun egoisme manusia berbicara lain. Sang Putera pun ditolak oleh para penggarap. Kepercayaan pemilik kebun tidak dijaga, hak2 khusus mereka akhirnya dicabut, mereka pun menemukan kebinasaan. Ketika Tuhan memanggil kita, Ia mempercayakan karyaNya kepada kita. Karya itu membuat kita mendapat hak memperoleh karunia rahmat. Namun ketika egoisme sempit membuat kita gelap mata, karunia khusus itu pun hilang. Kita bernasib seperti para penggarap yg lupa daratan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar