Kamis, 13 September 2012

"Warung Kebaikan"

Anton memilih tempat duduk di sudut warung. Seorang pengunjung restoran lain duduk di sudut lain dekat pintu masuk warung. Seorang laki-laki lansia menyandarkan sepeda kerbaunya di dekat pintu masuk warung makan. Ia mengenakan pakaian batik dan celana panjangnya digulung setinggi lutut.

"Bapak mau makan apa?"

Laki-laki lansia itu terdiam agak lama. Pelayan warung menyalakan kipas angin sambil menunggu jawabannya.

"Bapak mau minum apa?"

"Menu apa yang harganya dibawah Rp. 5.000,-?"

"Sediakan satu gelas besar es jeruk untuk Bapak," pinta pemilik warung yang mengenakan jilbab putih kepada anak lelakinya yang membantunya di dapur. Anton mengerling sebentar ke daftar menu. Anton melihat telunjuk pemilik warung berdiri di depan mulut. Ia memberi pesan kepada anaknya,

"Jangan bilang uangnya kurang untuk santap disini."

Laki-laki itu menikmati setiap sendok makanan dengan giginya yang tinggal separuh jumlahnya.

"Berapa?"

Laki-laki itu menyetrika lembaran-lembaran uang ribuan dengan tangannya.

"Orang baik sudah membayarnya," ujar pemilik warung.

Lansia itu sejenak terbengong-bengong.

"Orang yang duduk di pojok warung makan membayar taguhan Bapak," kata pemilik warung lebih lanjut.

Ketika hati memberikan kemurahan, tidak ada lagi arti mahal untuk sebuah kebaikan. Namun jarang kebaikan yang diberikan sengaja tanpa ingin tampak sebagai suatu kebaikan.

sumber : Mutiara Andalas, SJ. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar