Suatu hari, seorang kaya mengajak anaknya mengunjungi suatu keluarga miskin di desa dengan maksud agar anaknya paham betapa miskin orang itu. Mereka menginap semalam. Waktu perjalanan pulang si ayah bertanya,
"Gimana kesannya, nak?"
"Oh, mengesankan", sahut si anak.
"Kau lihat betapa miskinnya mereka?" tanya si ayah.
"Yeah", sahut si anak.
"Dan apa yang kau pelajari, nak?" kejar si ayah.
Si anak setelah hening beberapa saat berkata,
"Kita di rumah punya seekor anjing, mereka punya empat. Kita punya kolam kecil dan sempit, mereka punya kolam panjang sekali sampai kaki bukit. Kita punya lampu-lampu import di taman, mereka punya bintang-bintang. Teras kita sebatas pagar depan, mereka sebatas langit."
"Kita di rumah punya seekor anjing, mereka punya empat. Kita punya kolam kecil dan sempit, mereka punya kolam panjang sekali sampai kaki bukit. Kita punya lampu-lampu import di taman, mereka punya bintang-bintang. Teras kita sebatas pagar depan, mereka sebatas langit."
Dan setelah beberapa saat, karena ayahnya membisu saja, si anak berkata,
"Terima kasih ya, ayah telah menunjukkan pada ku betapa miskin kita."
Tampaklah bahwa kekayaan itu amat relatif dan lebih terkait dengan sikap daripada keadaan. Dengan sikap yang tepat semua orang bisa kaya raya selamanya. Orang miskin kekurangan banyak tetapi orang tamak kekurangan segala-galanya.
sumber : Jost Kokoh, Pr. XXX Family Way. Yogyakarta : Kanisius 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar