Disebuah panti asuhan, seorang bocah perempuan mengalami kecelakaan sehingga membutuhkan transfusi darah. Pihak panti mencoba mencarikan darah dengan golongan yang sama dengan gadis kecil itu, tetapi gagal. Mereka lalu mengumumkan ke anak - anak panti lainnya siapa yang mau menyumbangkan darahnya. Seorang bocah laki - laki kecil maju ke depan.
Dokter segera mengambil darahnya. Setelah dicek ternyata cocok. Segera saja persiapan untuk dilakukan. Akhirnya transfusi selesai. Selama proses itu, dokter melihat wajah bocah laki - laki itu pucat pasi.
"Apakah saya akan mati?" tanyanya kepada dokter itu.
Dokter kini mengerti mangapa selama proses pengambilan sampel darah sampai transfusi berlangsung bocah itu pucat pasi. Dia mengira bahwa memberikan daranya berarti mencabut nyawanya. Luar biasa bukan? meskipun ia tahu walaupun salah bahwa ia akan mati, dia masih mau mendonorkan darahnya untuk sahabatnya.
"Jika engkau mengira engkau akan mati, mengapa engkau masih mau menyumbangkan darah mu?" tanya dokter itu.
Dengan wajah polos dan mata bersinar - sinar bocah itu berkata, "Dia kan sahabat saya. Saya mau menolongnya!".
Iman bocah yang polos itu menunjukkan betapa luar biasanya kasih anak itu terhadap temannya. Kita yang lebih dewasa seringkali mengadakan perhitungan yang rumit sebelum melakukan sesuatu yang baik. Banyak alasan yang bisa kita ajukan untuk tidak melakukan apa - apa kepada orang lain. Mengapa anak kecil seringkali lebih tulus dan setia kawan ketimbang kita yang sudah dewasa? Bisakah kita belajar dari bocah laki - laki itu?
sumber : Xavier Quentin Pranata. Kisah Inspirasional Plus. Yogyakarta : Moriel Publishing House 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar