"Saya kadang datang kepada mereka tanpa sumbangan ditangan. Kalaupun membawa sesuatu, kami hanya memiliki sedikit waktu untuk memberikan kepada mereka. Saya membawa kado suka cita."
Saat melihat kedatangannya, sejumlah anak berlarian menyongsongnya dengan sapaan
"Ibu"
Teresa memasuki sebuah rumah tinggal bersama. Sekitar dua belas keluarga tinggal dibawah satu atap. Setiap keluarga tinggal dalam ruang panjangnya dua meter dan satu setengah meter lebarnya.
"Pintu sempit sekali dan atapnya rendah sekali. Saya harus menciutkan badan untuk masuk. Banyak penghuni menderita tubercolusis (TBC)," ujar Teresa.
"Kita banyak mengira mereka mengeluhkan kondisi kemiskinan. Kesulitan hidup memojokkan hidup mereka, namun suka cita tetap bersemayam dalam hati mereka."
Saat pulang dari kunjungan, salah seorang ibu bertutur padanya,
"Ibu Teresa datanglah kemari. Senyumanmu membawa terang matahari kedalam rumah kami."
Teresa menulis renungan tentangnya,
"Suka cita lahir dari rahim hati yang dibakar cinta. Ia bersinar dalam mata, paras dan percakapanmu."
Membagi suka cita kepada sesama menghasilkan suka cita berlipat ganda bagi pemberinya.
sumber : Mutiara Andalas, SJ. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar