Christoper Rodriguez memasuki ruangan persidangan dengan bantuan kursi roda bersama ibunya. Ia murid kelas tujuh sebuah sekolah seni.
"Jared, aku tahu keinginanmu menembakku nol. Dua peluru hampir saja mengenai ibuku. Tembakanmu dapat mengancam kehidupan guru piano, murid lain, kamu, pacarmu dan pribadi-pribadi di sekitar lokasi."
"Setiap hari aku memandang diri di depan cermin dengan kebencian. Aku sungguh menyesali perbuatanku," ujar terdakwa sambil memandang Christoper dan ibunya.
"Dalam dunia terdakwa hanya tersisa kosa kata korban dan predator. Ia seorang parasit dalam masyarakat yang berair mata buaya. Tangisannya sama sekali bukan ungkpan sesal," ujar hakim.
Seusai persidangan Christoper mendekati terdakwa dengan pertanyaan bernada lembut.
"Jared, apa lasanmu merampok depot bensin?"
Setelah Jared selesai bicara, Christoper menimpali,
"Mengapa engkau mengambil pilihan kejahatan?"
Christoper mengulurkan tangannya.
"Aku mengampuni engkau, Jared."
Ibunya berkata kepada jurnalis yang meliput persidangan.
"Saya terkejut dalam keharuan kepada Christoper. Tak ada pembicaraan saya dengannya tentangnya. Pengampunan sungguh datang dari dalam dirinya," ujar ibunya.
Siapa bilang mengampuni mudah? Saat peristiwa terjadi, aku merasa paling menderita di dunia. Pedulikah Engkau, Tuhan? Pengampunan menjejakkan langkahku mengawali babak baru kehidupan. Tuhan, aku yakin bahwa Engkau Peduli, maka aku pun peduli.
sumber : Mutiara Andalas, SJ. Just For You. Yogyakarta : Kanisius 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar