"Pilihlah aku!" Teriak bejana emas
"Aku mengkilap dan bercahaya. Aku sangat berharga dan aku melakukan segala sesuatu dengan benar. Keindahan aku aka mengalahkan yang lain. Dan untuk orang yang seperti engkau, tuanku, emas adalah yang terbaik!".
Tuan itu hanya lewat saja tanpa mengeluarkan sepatah kata. Kemudian ia melihat suatu bejana perak, ramping dan tinggi.
"Aku akan melayani engkau, tuanku, aku akan menuangkan anggurmu dan aku akan berada dimejamu di setiap acara jamuan makan. Garisku sangat indah, ukiranku sangat nyata. Dan perakku akan selalu memujiMu."
Tuan itu hanya lewat saja dan menemukan sebuah bejana tembaga. Bejana ini lebar mulutnya dan dalam, dipoles seperti kaca.
"Sini! Sini!" teriak bejana itu.
"Aku tahu aku akan terpilih. Tarulah aku di mejamu, maka semua orang akan memandangku."
"Lihatlah aku, panggil bejana kristal yang sangat jernih. Aku sangat transparan, menunjukkan betapa baiknya aku. Meskipun aku mudah pecah, aku akan melayani engkau dengan kebanggaanku. Dan aku yakin, aku akan bahagia dan senang tinggal dalam rumahmu."
Tuan itu kemudian menemukan bejana kayu. Dipoles dan diukir indah, berdiri dengan teguh.
"Engkau dapat memakai aku, tuanku." kata bejana kayu.
"Tapi aku lebih senang bila Engkau memakaiku untuk buah-buahan, bukan untuk roti."
Kemudian tuan itu melihat ke bawah dan melihat bejana tanah liat. Kosong dan hancur, terbaring begitu saja. Tidak ada harapan untuk terpilih sebagai bejana Tuhan itu.
"Ah! Inilah bejana yang aku cari-cari. Aku akan perbaiki dan kupakai dan akan aku buat sebagai milikku seutuhnya. Aku tidak membutuhkan bejana yang mempunyai kebanggaan. Tidak juga bejana yang terlalu tinggi untuk ditaruh di rak. Tidak juga mempunyai mulut lebar dan dalam. Tidak juga memamerkan isinya dengan sombong. Tidak juga yang merasa dirinya selalu benar. Tetapi yang ku cari adalah bejana yang sederhana yang akan ku penuhi dengan kuasa dan kehendakKu."
sumber : Jost Kokoh, Pr. XXX Family Way. Yogyakarta : Kanisius 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar