Sabtu, 02 Maret 2013

"Awas Kesombongan yang Menganggap Diri Baik!!"

"Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia." (Lukas 15 : 28)

Pada suatu kali ada seorang yang bertanya demikian,

"Kok saya yang sudah berusaha hidup suci, rajin berdoa, ke gereja tidak absen dan rajin menyumbang dan pelayanan, tetapi doa saya tidak dikabulkan malahan orang yang saya pandang malas berdoa, malas ke gereja, pelit dan tidak aktif pelayanan kok malah doanya lebih banyak dikabulkan, kok bisa ya?"

Dari pertanyaan itu tersebut nampak tersirat ungkapan protes pada Tuhan, sepertinya Tuhan itu kurang adil. Pengalaman itu tentunya bisa juga kita alami dan sangat manusiawi. Namun dari pengalaman tersebut kita dapat bercermin pada kisah si sulung yang protes atas tindakan ayahnya yang menerima dengan penuh sukacita si bungsu yang nakal.

Belajar dari kisah si sulung, kita diingatkan bahwa segala usaha kita mengabdi Allah yang terungkap dalam kebaikan dan kesucian hidup bukanlah atas pamrih melainkan sebagai bentuk pertobatan konkret yang tanpa henti. Mengagungkan Allah sebagai Bapa yang baik dan murah hati, kita tempatkan lagi dalam keluasan penuh akan kemahakuasaan Allah yang menampakkan kebijaksanaan dan keadilanNya. Dengan demikian kita pun bertumbuh dalam iman yang senantiasa pula bersolider dengan iman yang juga dperjuangkan oleh setiap orang dari ruang lubuk hati yang terdalam dimana hanya Allah yang mengetahuinya. 

Akhirnya kita bisa bertanya lebih dalam lagi siapakah kita dihadapan Allah?? Apakah masih ada kesombongan dalam hatiku yang menganggap diri baik dibanding yang lain?? Apa yang harus ku lakukan untuk semakin memurnikan hidup imanku dihadapan Allah yang penuh kasih??

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Jumat, 01 Maret 2013

"Awas Kerakusan dan Ketamakan!!"

"Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh, supaya warisannya menjadi milik kita". (Matius 21 : 38b)


Ada ungkapan yang mengatakan begini, "Manusia itu tidak pernah puas akan hidupnya. Manusia itu selalu ingin menguasai semuanya". Benarkah demikian?? Tentu menjawabnya tidak mudah.

Kenyataan bahwa saat ini kedua sifat rakus dan tamak semakin hinggap dan menguasai manusia bahkan yang menyebut dirinya beriman kepada Tuhan menjadi tantangan khas untuk semakin mewujudkan iman yang sejati dewasa ini. Manusia dapat dikatakan membunuh kehidupannya sendiri oleh karena pencarian pemuasan dirinya yang semu. Karenanya manusia perlu menempatkan dirinya dengan sungguh dihadapan Sang Pencipta yakni Allah sendiri.

Bersama dengan iman kepada Allah yang maha kuasa, manusia merumuskan kembali orientasi hidup di dunia demi kemuliaan Allah. Manusia mendasarkan imannya yang menghadirkan Kerajaan Allah dan bukan kerajaannya sendiri. Manusia mengungkapkan imannya yang mengalahkan dosa ego demi menyatakan cinta kasih yang semakin luas. Maka bila manusia mampu menempatkan imannya secara benar, kiranya sifat rakus dan tamak menjadi sifat yang harus terus-menerus ditanggalkan dan disangkal agar hidup menunjukkan pertobatan kepada Allah. Mungkinkah terjadi?

Apakah yang menjadi kerakusan dan ketamakanku saat ini sehingga membuatku tidak bertumbuh dalam iman dan persaudaraan kasih?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Kamis, 28 Februari 2013

"Mengapa Aku Mencintaimu"

"Mama, lihatlah!" seru Marta, seorang anak berumur tujuh tahun.

"Sudah, sudah!" seru sang ibu yang baru saja turun dari mobil, ketika tiba di rumah sepulang dari kantor.

Setelah selesai makan malam selesai, ibu itu duduk sebentar didepan tv, melakukan urusan ke kamar mandi, menelepon beberapa rekan kerja, lalu bersiap-siap.

Ketika hendak beranjak, ia melihat Marta masih sibuk dimeja belajar.

"Ayo, Marta, sudah malam!" Cepat pergi tidur!" serunya sambil mencium kening Marta.

"Mama, Marta hampir lupa ingin memberimu sesuatu!" seru Marta begitu ibunya mulai bergerak meninggalkannya.

"Marta, kamu bisa berikan itu besok pagi!"

"Tapi, besok pagi mama juga tidak punya waktu. Mama kan berangkatnya pagi-pagi sekali."

"Kita besok pagi masih bisa ketemu, Marta! Mama janji, deh!" Jawab sang ibu. "Selamat malam, Marta!" Imbuhnya sambil beranjak dan menutup pintu. Ia tak mendengar sahutan dari Marta. Tampaknya Marta kecewa.

Menjelang tengah malam, dengan mengendap-endap ibu itu kembali masuk ke kamar Marta. Ia ingin menjenguk anak semata wayangnya yang tertidur pulas. Di kamar itu, ia menemukan sobekan-sobekan kertas putih yang terburai di lantai. Ia mengumpulkan satu persatu kertas-kertas itu. Di satu sobekan, ia menemukan deretan kata : Mengapa aku mencintaimu, Mama ...

Merasa penasaran dengan temuannya, ia akhirnya berusaha menyatukan kembali potongan-potongan kertas itu menurut bentuk aslinya. Akhirnya, pada selembar kertas itu ia menemukan sebuah puisi tulisan Marta :

"Mengapa aku mencintaimu, Mama... Walau mama sibuk bekerja dan punya banyak hal untuk dilakukan setiap harinya, tapi mama masih punya waktu untuk bermain denganku. Aku mencintaimu, Mama, karena aku kau jadikan bagian terpenting di setiap harimu."

Ibu itu begitu tersentuh dengan puisi anaknya. Ia keluar dari kamar Marta. Sepuluh menit kemudian sudah tiba kembali di kamar itu. Ia membawa dua gelas susu coklat dan dua potong kue. Ia memegangi pipi Marta dan mencium dahinya dengan lembut.

"Ada apa, Mama?" tanya Marta yang langsung terjaga dari tidurnya.

"Ini untukmu!" Karena kamu bagian terpenting dari setiap hariku!"

Marta tersenyum, lalu bersama ibunya menikmati susu coklat dan kue.


sumber : Ign. elis Handoko, SCJ. Sentilan Rohani. Yogyakarta : Teranova Books. 2012

"Kekayaan Orang Miskin"

"Lalu orang kaya itu berseru, katanya : 'Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini". (Lukas 16 : 24)


Harta kekayaan tidak hanya sebatas uang dan harta benda. Kekayaan dapat berupa kemampuan, tenaga, bakat, waktu dan keterampilan kita. Keberadaan diri kita adalah kekayaan yang kita miliki. Beriman kepada Yesus tidaklah cukup dengan menghitung-hitung bakat dan kemampuan yang telah Tuhan berikan. Beriman kepada Yesus perlu diwujudkan dengan menunjukkan sikap belarasa kita kepada sesama.

Dari perumpamaan ini kita belajar bahwa ujung jari Lazarus yang penuh borok dapat menjadi sarana untuk meringankan penderitaan sesama, apalagi keadaan kita yang sehat, memiliki kemampuan, tenaga, pengetahuan, keterampilan dan bakat.

Kekayaan apa yang kita miliki saat ini? Sejauh mana kita menggunakan kekayaan kita untuk berbelarasa dengan sesama yang berkekurangan?


sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Selasa, 26 Februari 2013

"Membina Kepribadian yang Baik"

"Mereka mengajarkannya tapi tidak melakukannya." 
(Matius 23 : 3)

Dalam keluarga cukup banyak ayah atau ibu memberikan banyak nasihat moralitas kepada anaknya. Sayang sekali, pembinaan moralitas dalam keluarga tidak didukung oleh situasi lingkungan masyarakat.

Di media massa, anak melihat dan membaca banyak pemimpin berwaca indah tentang kejujuran, namun kemudian terjebak dalam kasus korupsi. Dimana-mana anak mendengar kotbah tentang Tuhan dan hukum-hukum agama, tetapi kekerasan masih sering terjadi terhadap sesama anak bangsa. Memang mereka mengajarkan, tetapi tidak melakukannya.

Dewasa ini banyak anak Indonesia merindukan pemimpin keluarga dan pemimpin masyarakat yang memberi contoh perbuatan baik. Mereka muak dengan citra dan wacana. Bagi anak-anak, "verba docent, exempla trahunt", kata-kata hanya mengajarkan, tetapi contoh teladan memiliki daya pikat. Cinta kepada sesama, terlebih kaum miskikn, tidak bisa hanya dengan wacana tetapi harus dalam perbuatan nyata, "love is service in action".

Apa saja tugas-tugas yang Anda berikan kepada anak Anda dalam rangka pembinaan moralitas? Bagaimana cara terbaik mempersiapkan pemimpin masyarakat masa depan?

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013

Senin, 25 Februari 2013

"Menjadi Manusiawi, Bukan Memiliki"

"Berilah maka kamu akan diberi." (Lukas 6 : 38)


Orang dinilai sebagai berhasil kalau memiliki jutaan dollar, walaupun dengan cara korupsi atau tidak membayar pajak secara benar dan seharusnya. Dalam diri manusia terdapat satu potensi lagi, yaitu keinginan untuk menjadi manusiawi. Untuk menjadi semakin manusiawi orang harus berani mengosongkan diri dan tidak terikat pada barang material. Perlulah disadari, kemewahan sama buruknya dengan kemiskinan. Maka untuk semakin menjadi manusiawi kita harus bersedia memberikan atau membantu orang lain.

Kita membantu orang lemah, miskin, kecil, tertindas dan cacat, tidak saja untuk meringankan penderitaan mereka, akan tetapi dengan perbuatan itu kita semakin manusiawi. "Manusia menjadi semakin bernilai karena kenyataan dirinya sendiri daripada karena apa yang dimilikinya. Begitu pula segala sesuatu yang diperbuat orang untuk memperoleh keadilan yang penuh persaudaraan yang lebih luas, tata cara yang lebih manusiawi dalm hubungan-hubungan sosial, lebih berharga daripada kemajuan-kemajuan dibidang teknologi." (GS, 35)

Manakah kebahagiaan yang lebih anda rasakan ketika membeli barang mewah atau ketika anda membantu orang kecil, lemah, miskin, tertindas dan difabel?

sumber ; Ret-ret Agung Umat 2013

Sabtu, 23 Februari 2013

"Menjadikan Musuh Sebagai Sahabat"

"Tetapi Aku berkata kepdamu : kasihanilah musuhmu dan berdoalah bgi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5 : 44)


Bagaimana Yesus menyikapi perbedaan? Tuhan Yesus adalah telada yang luar biasa. Ia mampu melihat perbedaan menjadi sesuatu yang tidak harus dibenci, dimusuhi tetapi dikasihi, diberkati serta didoakan.

Yesus tidak mau pengikut-pengikutNya terjebak dalam menyikapi perbedaan adat kebiasaan dan agama dengan bersikap menutup diri bahkan dijadikan musuh yang harus dilumat dan dibunuh. Yesus mengajak kita para muridNya untuk berbela rasa dan murah hati terhadap mereka yang berbeda dari kita, bahkan menjadi musuh kita. Saatnya kita untuk bekerjasama dan bersaudara dengan orang lain, meskipun orang lain tidak se-ide dengan kita sekalipun. Kalau kita hidup damai dan bahagia, berhentilah memandang orang lain yang berbeda adat kebiasaan dan agama sebagai musuh.

Mampukah aku melihat perbedaan menjadi sesuatu yang tidak harus dibenci, dimusuhi tetapi dikasihi dan didoakan? Atau aku bersikap sebaliknya, memusuhi, menyerang, menganiaya, mengintimidasi bahkan membunuh?

sumber : Ret-ret Agung Umat 2013