Rabu, 15 Mei 2013

"Tanda dari Surga"

Sore itu Astuti termenung memandangi sisa-sisa titik hujan yang menetes dari pepohonan didepan ruang kerjanya. Kata-kata Bu Warni yang seminggu lalu dikunjunginya masih terngiang ditelinganya, "Apabila seorang wanita mencintai, cintanya akan utuh dan sebening kaca." Dia ragu apakah ia pernah sungguh mengalami jatuh cinta. Atau barangkali dia memang takut untuk jatuh cinta karena takut apabila cinta yang sebening kaca itu akan jatuh dan pecah berkeping, sulit untuk menjadi utuh kembali.

"Tidak baik sore-sore melamun. Nanti kemasukan roh gentayangan!" tiba-tiba ada suara dibelakangnya. Astuti terkejut dan menoleh.

"Ah, Dokter Stefan, Anda mengejutkan saya. Ada apa, Dok?"

"Tidak apa-apa, saya hanya ingin minta tolong ke kamu untuk menganalisis hasil laboratorium ini. Saya curiga bahwa demam berdarah mulai berjangkit lagi di daerah ini."

Astuti mengambil bekas dari tangan dokter yang sudah separuh baya itu.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Dokter Stefan. Astuti masih sibuk mempelajari hasil laboratorium itu.

"Sepertinya memang positif demam berdarah, Dok," sahutnya.

"Berarti sebentar lagi rumah sakit kita ini akan dibanjiri pasien. Apakah kita punya cukup persediaan darah?" tanya Dokter Stefan dengan nada khawatir. Astuti menggelengkan kepala.

"Saya belum memeriksanya, Dok. Nanti saya cek." Dokter Stefan kemudian bangkit dan meninggalkan ruang kerja Astuti.

"Sampai nanti As," katanya pendek sambil berlalu. Astuti memandangi bayangan lelaki itu hilang di balik pintu. Sudah cukup lama Astuti mengenal Dokter Stefan. Dia seorang dokter yang menghayati profesinya sungguh-sungguh sebagai suatu panggilan suci. Astuti pernah mendengar bahwa Dokter Stefan dulunya pernah masuk seminari untuk menjadi imam, tetapi karena ayahnya tiba-tiba meninggal sementara adik-adiknya masih kecil. Maka itu, ia memutuskan untuk keluar dan berjuang keras sampai bisa menjadi seorang dokter. Satu persatu adiknya disekolahkannya sampai selesai. Mereka semua sudah berkeluarga, hanya Dokter Stefan sendiri yang belum. Sepertinya ia bahkan tidak berfikir sama sekali tentang hal itu. Hidupnya diabdikan sepenuhnya untuk mencari jalan bagaimana bisa membantu meringankan beban orang miskin yang jatuh sakit dan tidak mampu membayar biaya pengobatan yang makin mahal.

Kita sering mendapat kesan bahwa orang-orang Farisi itu adalah orang-orang berhati jahat, padahal mereka adalah orang-orang yang cukup serius mencari kebenaran dalam hidup mereka. Akan tetapi, masalahnya adalah bahwa mereka terlalu percaya pada kemampuan intelektual mereka untuk memahami kebenaran. Mereka tidak cukup rendah hati untuk mengakui bahwa keagungan Allah tidak bisa didalam tempurung kepala mereka yang kecil.

Iman bukanlah suatu harga mati, sekali percaya akan tetap percaya. Tidak demikian! Iman harus diperbaharui dengan keputusan untuk beriman setiap hari. Kalau tidak, selalu ada bahaya bahwa lama kelamaan iman itu sendiri akan luntur atau hanya akan tinggal di kepala, tidak di hati dan tidak pada tindakan nyata.


sumber : B.B Triatmoko, SJ. Dokter Astuti. Yogyakarta : Kanisius. 2009

Sabtu, 04 Mei 2013

"Dahulukan Allah"

Pernah ada seseorang yang tak punya makanan apapun untuk keluarganya. Ia masih punya bedil tua dan tiga butir peluru. Jadi, ia putuskan untuk keluar dan menembak sesuatu untuk makan malam.

Saat menelusuri jalan, ia melihat seekor kelinci dan ia tembak kelinci itu tapi luput. Lalu ia melihat seekor bajing, dia tembak tapi juga luput lagi. Ketika ia jalan lebih jauh lagi, dilihatnya seekor kalkun liar diatas pohon dan ia hanya punya sisa sebutir pelor, tapi terdengar olehnya suatu suara yang berkata begini :

"Berdoalah dulu, bidik keatas dan tinggallah tetap fokus."

Namun, pada saat bersamaan, ia melihat seekor rusa yang lebih menguntungkan. Senapannya ia turunkan dan dibidiknya rusa itu. Tapi lantas ia melihat ada ular berbisa diantara kakinya, siap-siap mematuknya, jadi dia turunkan lebih kebawah lagi, mengarah untuk menembak ular itu. Tetapi, suara itu masih berkata, "Aku bilang berdoalah dulu, bidik keatas itu lepas dan tinggallah tetap fokus."

Jadi orang itu memutuskan untuk menuruti suara itu. Ia berdoa, lalu mengarahkan senapan itu tinggi keatas pohon, membidik dan menembak kalkun liar itu. Peluru itu mental dari kalkun itu dan mematikan rusa. Pegangan senapan tua, jatuh menimpa kepala si ular itu dan membunuhnya sekali.

Dan ketika senapan itu meletus, ia sendiri terpental kedalam kolam. Saat ia berdiri untuk melihat sekelilingnya ia dapatkan banyak ikan didalam semua kantungnya, seekor rusa dan seekor kalkun untuk makanannya.

Berdoalah sebelum kita lakukan apapun dan arahkanlah keatas pada tujuanmu dan tinggallah terpusat pada Allah. Jangan kamu dikecilhatikan oleh siapapun mengenai masa lampau kita. Masa lampau itu memang tepatnya begitu. "Sudah lewat, sudah lampau." Hidupilah setiap hari sehari demi sehari. Dan ingatlah bahwa hanya Allah yang tahu masa depan kita dan bahwa Ia tidak akan membiarkanmu melewati daya tahanmu.


sumber : I Made Markus Suma, Pr., Lic.Th.,SS & Andreas Rudiyanto, Lic.Th, SS. Dan Yesus pun Tersenyum. Yogyakarta : Chivita Book. 2013

Jumat, 03 Mei 2013

"Bunga Matahari"

"... kenangan atas iman yang dihidupi tidak akan pernah layu ditelan kematian di bumi... "

"Januari kelabu," kataku dengan hati pilu. Oasis Lesta, tempat kremsi, merupakan saksi atas peristiwa kebakaran rumah yang menelan tiga nyawa dalam sekejap. Kebakaran diakibatkan charging handphone terlalu lama yang menimbulkan ledakan. Ledakan itu membakar rumah mereka pada saat mereka sedang terlelap. Rumah tersebut dihuni oleh tiga keluarga yang sedarah. Seorang ibu berusia 30 tahun meninggal dunia seketika karena kondisinya sangat lemah sehingga tidak mampu menyeberangi kobran sang jago merah. Ibu itu baru saja melahirkan banyinya 26 hari sebelumnya. Suaminya berhasil membawa bayinya keluar dari perangkap api sehingga selamat tanpa cacat walaupun tubuhnya sendiri dipenuhi dengan luka bakar yang mengerikan. Keponakannya yang baru berusia beberapa tahun juga mengikuti kepergiannya. Kepergiannya mengenaskan menimbulkan empati banyak orang sehingga kremasi tubuhnya diiringi ratap tangis yang menggetarkan jiwa. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menopangkan tanganku diatas kepala para anggota keluarga yang sdang dirundung nestapa didepan dua peti jenazah orang-orang tercinta.

Ketika airmata kesedihan belum kering dengan peristiwa kematian yang mengharukan, 1 minggu kemudian terdengar berita dukacita lagi tentang kematian kakaknya. Ia dan suaminya berusaha menyelamatkan keponakannya (yang telah meninggal sebelumnya) dari gansnya api dengan menggunakan tubuh mereka sebagai tameng. Beratnya luka bakar telah mengambil hidupnya dalam usia 32 tahun, sedangkan suaminya masih terbaring lemah di rumah sakit menantikan mukjizat penyembuhan Tuhan. Keponakannya  itu telah diasuhnya menjadi anaknya sendiri karena adiknya menderita kanker otak yang melumpuhkan kedua kakinya dan istrinya bekerja di Taiwan. Adiknya itu telah diselamatkan Tuhan secara ajaib.

Sambil menunggu proses kremasi, aku duduk disamping ibu mereka yang baru saja kehilangan kedua anak dan satu cucunya. Pada saat musibah itu, ibu tersebut berada di rumah anak-anaknya karena membantu megurus cucunya yang baru lahir. Ia juga tidak mengalami luka sedikitpun dalam peristiwa itu. Wajahnya tampak lebih tegar daripada seminggu sebelumnya walaupun hatinya hancur berkeping-keping. Ia mampu mengungkapkan imannya dengan kata-kata indah :

"Romo, aku sudah tidak dapat menangis lagi karena airmataku telah habis. Aku tidak berani lagi bertanya kepada Tuhan mengapa Ia membiarkan musibah ini terjadi. Namun, ditengah kedukaan ini, ada kebanggaan dihati. Sebelum mereka pergi menghadap Yang Ilahi, mereka saling melindungi dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Itulah bukti kasih yang membuat pengorbananku berarti."

Aku sendiri tidak mengerti rencana Tuhan dengan tragedi ini. Pertanyaan datang bertubi-tubi kedalam sanubari :
"Mengapa Tuhan tega mengambil kehidupan 3 orang yang baik dan masih belum lama menghuni bumi ini? Kedua ibu itu aktif dalam kegiatan rohani. Sang anak masih lucu dan suci?"

Jawaban dalam diriku adalah alasan apa pun, aku tidak dapat mengertinya. Kenangan atas kematian mereka akan menjadikan banyak manusia bagaikan bunga-bunga matahari yang mengikuti jalannya matahari dari terbit sampai terbenamnya menuju persekutuan dengan Sang Matahari Sejati, yaitu Allah sendiri. Marilah kita jalani hidup ini dengan mengikuti pancaran Tuhan sehingga kenangan atas iman yang dihidupi tidak akan pernah layu ditelan kematian di bumi, tetapi justru pancarannya menarik banyak orang untuk hidup didalam jalan Tuhan.


sumber : Felix Supranto, SS.CC. Jangan Galau! Allah Peduli. Jakarta : Penerbit OBOR 2013

Senin, 29 April 2013

"Hidup dengan Rasa Bersalah"

Seorang anak laki-laki kecil tanpa sengaja merusakkan raket milik ayahnya. Karena takut, ia menyembunyikan raket itu dibawah tempat tidur dalam kamarnya. Setiap kali ayahnya memasuki kamar, hatinya ketakutan. Ia sengaja duduk diatas tempat tidur, khawatir sang ayah mengangkat tempat tidur kemudian menemukan raket yang ia rusakkan.
Karena itulah ia selalu berusaha memondahkan raket yang ia rusakan ke tempat lain sesering ia mampu dengan harapan sang ayah tidak akan dapat menemukannya.

Sejauh ini semuanya selalu bisa diatasi dengan baik. Kesalahannya tetap tertutup rapat-rapat didepan ayahnya. Namun, selama itu pula hatinya tidak tenang. Setiap saat rasa bersalahnya muncul dan menghakiminya. Kemanapun ia pergi, hatinya selalu tertuju kepada raket sang ayah yang pernah ia rusakkan.

Rasa bersalah senantiasa membuat pelakunya tidak tenang. Rasa bersalah adalah penghakiman yang paling kuat dari kedalaman diri kita terhadap hal yang pernah kita lakukan. Hidup dengan rasa bersalah yang dipelihara hanya akan melahirkan penderitaan dan kesusahan. Namun, hidup tanpa rasa bersalah juga akan membuat kita tidak terkontrol dan tidak memiliki rasa tanggung jawab. Oleh karena itu buatlah keseimbangan dengan bertanggung jawab atas kesalahan yang kita lakukan.


sumber : Imanuel Kristo. Momen Inspirasi 3. Yogyakarta : Penerbit ANDI 2012

Rabu, 24 April 2013

"Cinta Selalu Ada"

"Berkat Tuhan yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahnya"

Seorang ibu keluar dari rumahnya dan melihat tiga kakek berjanggut putih panjang tak dikenal duduk di pekarangan rumahnya. Ibu itu berkata, "Rasanya saya tidak kenal saudara. Apakah saudara lapar? Silahkan masuk, akan saya buatkan minuman dan sedikit makanan."

"Apakah suami ibu ada didalam rumah?" Tanya seorang diantara ketiga kakek.

"Tidak. Dia sedang pergi." Jawab ibu itu.

"Kalau begitu kami tak bisa masuk." Sahut mereka.

Dimalam hari ketika suaminya pulang, ibu itu lalu menceritakan peristiwa yang tadi siang dialaminya.

"Bilang pada mereka, saya ada di rumah dan mengundang mereka bertiga masuk." Kata si suami. Ibu itu keluar dan mengundang mereka masuk.

"Kami tidak masuk ke rumah bersama-sama." Jawab mereka.

"Mengapa begitu?" Tanya ibu penasaran.

Salah satu kakek menjelaskan, "Dia bernama kekayaan." Sambil menunjuk salah satu temannya. "Sedang yang itu bernama sukses dan saya sendiri bernama cinta." Kakek itu menambahkan, "Sekarang masuklah kedalam rumah dan diskusikan dengan suami ibu, yang mana yang dipilih terlebih dahulu untuk masuk ke rumah anda."

Ibu itu masuk dan menceritakan kepada suaminya apa yang diminta ketiga kakek tersebut. Suaminya sangat senang. "Bagus sekali, karena mintanya begitu, kita undang kekayaan saja. Biar dia masuk dan mengisi rumah kita dengan kekayaan."

Istrinya tidak setuju, "Sayangku, mengapa kita tidak mengundang si kakek sukses saja?" Menantu mereka yang ikut mendengarkan dan duduk disudut ruang keluarga mengajukan usul, "Apakah tidak lebih baik kita mengundang kakek cinta saja? Rumah kita akan dipenuhi dengan cinta!" katanya.

"Kita penuhi saja permintaan menantu kita." Kata suami kepada istrinya. "Cepat keluar dan undang cinta kedalam sebagai tamu kita."

Ibu itu keluar dan bertanya kepada ketiga kakek itu, "Yang mana yang bernama cinta? Mari masuk dan menjadi tamu kami."

Cinta berdiri dan mulai berjalan kedalam rumah. Dua kakek lainnya ikut berdiri dan mengikutinya. Karena kaget, si ibu lalu bertanya kepada kekayaan dan sukses, "Saya hanya mengundang cinta, mengapa kalian ikut masuk?"

Ketiga kakek itu menjawab serentak, "Jika anda mengundang kekayaan atau sukses, dua diantara kami harus diluar. Tapi karena anda mengundang cinta, kemanapun dia pergi, kami selalu mengikutinya. Dimana ada cinta, disitu ada kekayaan dan sukses."

"Dimana ada penderitaan, kami mendoakan damai dan kemurahan hati. Dimana adda keraguan diri, kami mendoakan pembaharuan percaya diri akan kemampuan untuk mengatasi. Dimana ada kelelahan atau keletihan, kami mendoakan pengertian, kesabaran dan pembaharuan kekuatan. Dimana ada rasa takut, kami mendoakan cinta dan keberanian."

Jika anda sebagai salah satu keluarga ibu tadi, siapa yang anda pikirkan pertama kali untuk diundang? Pasti mudah ditebak, anda akan memilih kekayaan? Itu sama dengan pikiran saya. Mulai hari ini, mari kita perbanyak cinta dalam hidup pergaulan keseharian kita, dalam keluarga dirumah, diantara tetangga, diantara teman sekolah, diantara teman kerja. Seperti Yesus, begitu cintanya kepada kita sehingga merelakan dirinya disiksa dan disalib di Golgota hanya untuk menebus dosa manusia.


sumber : J. Felicianus. Yesus Menjawab Emailku. Yogyakarta : Pustaka Marwa. 2006

Senin, 22 April 2013

"Hidup Bahagia"

Hidup bahagia merupakan dambaan banyak orang, tetapi tidak banyak orang bisa mendapatkannya. Padahal, asal kita bersedia melakukan hal yang seharusnya kita lakukan, kebahagiaan akan segera menjadi milik kita selama kita hidup. Bagaimana caranya?

Jawabannya sebenarnya sangat mudah, hanya dengan menanyakan empat pertanyaan berikut dan melakukannya setiap hari. Buatlah satu kebiasaan baru. Setiap bangun tidur pagi hari, tulislah jawaban dari empat pertanyaan ini. Kumpulkan jawabannya dari hari ke hari. Anda kan terkejut melihat perubahan yang terjadi. Anda akan menemukan sesuatu yang sudah hilang, yaitu hidup bermakna yang akan membuat anda bahagia.

Pertanyaa itu adalah :

  1. Bagaimana anda akan hidup hari ini apabila anda tahu ini adalah hari terakhir anda hidup?
  2. Apa yang harus anda syukuri dalam hidup yang akan anda tinggalkan ini?
  3. Apa yang anda perbuat hari ini supaya hidup anda semakin bermakna?
  4. Apa yang akan anda lakukan untuk menambah kebahagiaan pada saat terakhir hidup anda ini?
Tidak sulit, bukan? Sebenarnya rumus hidup bahagia sangat sederhana. Saat kita memberikan hal terbaik kepada orang lain, kita akan merasa hidup kita lebih bermakna, itulah awal kebahagiaan. Jika anda sudah memulai, mengapa tidak melanjutkannya sampai kita merasa hidup kita semakin bermakna bagi keluarga, sesama dan Tuhan?

Layanilah orang lain dengan setia. Sewaktu kita memberi kepada orang lain, itulah awal kebahagiaan kita. Mulailah mengambil langkah sederhana dan mudah ini. Lakukanlah hal itu setiap hari dan temukanlah hidup baru yang indah dan positif.


sumber : Andreas Nawawi. Momen Inspirasi. Yogyakarta : Penerbit ANDI. 2012

Jumat, 12 April 2013

"Dahsyatnya Sebuah Senyuman"

Aku mengalami banyak kesulitan keuangan. Orang tuaku tak mampu lagi membiayai penyelesaian kuliahku. Aku menjadi pemurung dan menganggap nasibku paling sial di dunia ini. Aku terpaksa mengambil kuliah sambil bekerja susah payah sebagai kasir di suatu toko. Suatu hari datanglah pasangan setengah baya masuk bersama seorang gadis kecil di kursi roda. Waktu aku amati lebih dekat, gadis itu ternyata tak punya tangan dan kaki. Waktu pasangan itu selesai belanja dan datang padaku membayar, aku menatap gadis di kursi roda dan ia memberikan senyuman paling manis dan mempesona yang pernah kualami. Senyuman manis dan hangat itu meluluhkan semua bebanku.

Prof. James V. McConnell seorang psikolog di Universitas Michidan mengatakan, 

"Orang yang tersenyum cenderung mampu mengatasi, mengajar dan menjual dengan lebih efektif serta mampu membesarkan anak-anak yang lebih bahagia. Ada lebih banyak informasi tentang senyuman daripada sebuah kerut dikening. Karena senyum itulah yang mendorong semangat, alat pengajar yang efektif daripada hukuman." 

Jelasnya, ketika kita tersenyum, kita sangat bisa menjadi berkat dan membuka persahabatan sejati dengan semakin banyak orang.

Teman baik harus bergandengan tangan, tapi teman sejati tak perlu berpegangan tangan karena mereka tahu bahwa tangan yang lain selalu ada disana. Sssstttt, sudah tersenyum belum hari ini? Mulai hari ini, mari kita belajar berbagi "PAMAN dan TEMAN" (PAkailah senyuMAN dan TEbarkanlah iMAN)

sumber : Jost Kokoh, Pr. XXX Family Way. Yogyakarta : Kanisius 2009