Jumat, 03 Mei 2013

"Bunga Matahari"

"... kenangan atas iman yang dihidupi tidak akan pernah layu ditelan kematian di bumi... "

"Januari kelabu," kataku dengan hati pilu. Oasis Lesta, tempat kremsi, merupakan saksi atas peristiwa kebakaran rumah yang menelan tiga nyawa dalam sekejap. Kebakaran diakibatkan charging handphone terlalu lama yang menimbulkan ledakan. Ledakan itu membakar rumah mereka pada saat mereka sedang terlelap. Rumah tersebut dihuni oleh tiga keluarga yang sedarah. Seorang ibu berusia 30 tahun meninggal dunia seketika karena kondisinya sangat lemah sehingga tidak mampu menyeberangi kobran sang jago merah. Ibu itu baru saja melahirkan banyinya 26 hari sebelumnya. Suaminya berhasil membawa bayinya keluar dari perangkap api sehingga selamat tanpa cacat walaupun tubuhnya sendiri dipenuhi dengan luka bakar yang mengerikan. Keponakannya yang baru berusia beberapa tahun juga mengikuti kepergiannya. Kepergiannya mengenaskan menimbulkan empati banyak orang sehingga kremasi tubuhnya diiringi ratap tangis yang menggetarkan jiwa. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menopangkan tanganku diatas kepala para anggota keluarga yang sdang dirundung nestapa didepan dua peti jenazah orang-orang tercinta.

Ketika airmata kesedihan belum kering dengan peristiwa kematian yang mengharukan, 1 minggu kemudian terdengar berita dukacita lagi tentang kematian kakaknya. Ia dan suaminya berusaha menyelamatkan keponakannya (yang telah meninggal sebelumnya) dari gansnya api dengan menggunakan tubuh mereka sebagai tameng. Beratnya luka bakar telah mengambil hidupnya dalam usia 32 tahun, sedangkan suaminya masih terbaring lemah di rumah sakit menantikan mukjizat penyembuhan Tuhan. Keponakannya  itu telah diasuhnya menjadi anaknya sendiri karena adiknya menderita kanker otak yang melumpuhkan kedua kakinya dan istrinya bekerja di Taiwan. Adiknya itu telah diselamatkan Tuhan secara ajaib.

Sambil menunggu proses kremasi, aku duduk disamping ibu mereka yang baru saja kehilangan kedua anak dan satu cucunya. Pada saat musibah itu, ibu tersebut berada di rumah anak-anaknya karena membantu megurus cucunya yang baru lahir. Ia juga tidak mengalami luka sedikitpun dalam peristiwa itu. Wajahnya tampak lebih tegar daripada seminggu sebelumnya walaupun hatinya hancur berkeping-keping. Ia mampu mengungkapkan imannya dengan kata-kata indah :

"Romo, aku sudah tidak dapat menangis lagi karena airmataku telah habis. Aku tidak berani lagi bertanya kepada Tuhan mengapa Ia membiarkan musibah ini terjadi. Namun, ditengah kedukaan ini, ada kebanggaan dihati. Sebelum mereka pergi menghadap Yang Ilahi, mereka saling melindungi dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Itulah bukti kasih yang membuat pengorbananku berarti."

Aku sendiri tidak mengerti rencana Tuhan dengan tragedi ini. Pertanyaan datang bertubi-tubi kedalam sanubari :
"Mengapa Tuhan tega mengambil kehidupan 3 orang yang baik dan masih belum lama menghuni bumi ini? Kedua ibu itu aktif dalam kegiatan rohani. Sang anak masih lucu dan suci?"

Jawaban dalam diriku adalah alasan apa pun, aku tidak dapat mengertinya. Kenangan atas kematian mereka akan menjadikan banyak manusia bagaikan bunga-bunga matahari yang mengikuti jalannya matahari dari terbit sampai terbenamnya menuju persekutuan dengan Sang Matahari Sejati, yaitu Allah sendiri. Marilah kita jalani hidup ini dengan mengikuti pancaran Tuhan sehingga kenangan atas iman yang dihidupi tidak akan pernah layu ditelan kematian di bumi, tetapi justru pancarannya menarik banyak orang untuk hidup didalam jalan Tuhan.


sumber : Felix Supranto, SS.CC. Jangan Galau! Allah Peduli. Jakarta : Penerbit OBOR 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar